Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Rabu, 25 November 2015

Surat Cinta untuk Guru SD Ku


Cerahnya matahari pagi itu, sekitar 20 tahun yang lalu, dengan seragam putih merah, tas hitam, sepatu hitam, aku melangkahkan kaki masuk sebuah ruang kelas. Tampak dari luar cat dindingnya cokelat berpadu hijau, jendelanya besar dan bening. Begitu masuk, kulihat seorang wanita paruh baya yang sedang menggambar ikan di papan hitam yang keempat sisinya sudah mulai rusak. Tangan kanannya tampak kotor dengan debu kapur dan tangan kirinya memegang  sebuh penghapus kayu.

“Selamat pagi!”, sapanya ramah sambil membungkukkan badan setinggi aku.
“Selamat pagi Bu guru, balasku dengan pelan.
“Nama ibu Bu Sun. Anton benar sudah mau dan siap belajar di kelas satu?”, tanyanya.
“Iya bu Guru, Anton sudah tidak mau di TK. Kemarin baru naik dari TK Kecil, kemudian di TK Besar 3 hari, karena bosan diajari menyanyi dan menggambar, minta naik ke kelas 1”, kata Bundaku yang mengantar waktu itu.

Dan mulai hari itu, aku resmi masuk SD N 2 Ambartawang, sebuah sekolah negeri yang letaknya sekitar 300 m dari rumah. Senang rasanya, bisa mendapatkan teman-teman baru. Aku masih ingat, no Absenku 28, nomor paling bontot di kelas, hampir semuanya satu tahun di atasku.

Aku masih ingat, janjiku dengan Bunda. Kalau sudah masuk SD, tidak ada antar mengantar ke sekolah, cukup sekali saja ketika di awal. Setiap berangkat sekolah aku mendapatkan uang saku, Rp. 200,-. Cukup buat jajan di kantin sekolah yang lokasinya di belakang kelasku. Masakan kari ayamnya enak walaupun susah mencari ayamnya, kebanyakan kuahnya, hehe.

Hari itu, Bundaku hanya mengantar sebentar saja. Dia pergi dengan sebuah pesan sembari mengelus kepalaku“Anton harus belajar giat dan jangan nakal di sekolah”.
“Siap Bunda, Anton nggak akan nakal kok”, balasku meyakinkan.

Aku beruntung bisa bersekolah di tengah guru-guru yang sabar dan penuh kasih sayang. Aku termasuk anak yang "anteng" walalupun sesekali membuat gaduh di kelas. Kalau sudah diperingatkan oleh Bu Guru, munculah sifat ngambek, tidak mau belajar. Tetapi dengan sabarnya Bu Guru menenangkan dan mengarahkan.

Hingga kini, aku hafal betul siapa guru-guruku ketika SD, terutama para walikelasku. Masih segar dalam ingatan apa yang diajarkan mereka kepadaku. Dan tentunya teringat juga bagaimana cara mereka menghukumku kalau sedang bandel. Sebuah hukuman yang belakang aku tahu sebaik cara untuk mendidiku.

Kelas 1 hingga kelas 4, prestasiku biasa-biasa saja,sepertinya kebanyakan main di sawah dengan temen-temen kampungku. Mencari ikan di parit, mencari keong, mandi lumpur di sawah yang baru panen, atau main layangan di siang bolong. Ya… mereka semua sahabat main yang setia… setia main terus.

Ketika akan naik kelas 5, Bundaku datang dalam pembagian raport cawu III kelas 4. “Bu Mur (panggilan Bunda), mas Anton sepertinya belum serius belajar”, Bu Guru membuka obrolan dengan Bunda.
“Iya Bu Guru, sepertinya memang harus lebih saya perhatikan belajarnya”, jawab Bunda.
Sesampainya di rumah, Bunda sama sekali tidak memarahiku. Dan apa yang beliau lakukan?
“Anton, besok senin Bunda mau puasa sunah. Anton mau ikut puasa tidak?”, Tanya Bunda sambil menciumku.
“Hmm, boleh Bunda”, jawabku.

Senin pagi, sekitar jam 3, aku benar-benar dibangunkan Bunda untuk sahur Puasa Sunah.
Mengantuk rasanya… tapi aku sudah berjanji dengan Bunda. Akupun ikut berpuasa meskipun tahu hari itu adalah hari senin, hari dimana wajib ikut upacara bendera karena kebetulan aku jadi pemimpin upacara. Meski tubuhku kecil, jangan salah, teriakanku bisa buat orang satu sekolah heboh…

"Waduh... Aku kan lagi puasa, imana nih?",ungkapku dalam hati.
Ternyata  benar, di tengah-tengah upacara, ketika sampai pada Amanat Pembina upacara, badanku terasa mau roboh. Keringat dingin dan pandangan tiba-tiba buyar.Ya…. Ak pingsan…

Untungnya, temanku dari kelas sebelah menggantikanku jadi pemimpin upacara. Selanjutnya, dibawalah aku ke UKS, diberi segelas teh anget dan minyak kayu putih.
“Mas Anton, istirahat dulu, tiduran di sini dulu, kata petugas UKS.
Semenjak itu, karena sudah berjanji dengan Bunda, aku rutin puasa senin dan kamis.
Dan keajaiban itu terjadi… (teringat sebuah soundtrack Sailormoon, favorit anak-anak seusiaku saat itu). Rangkingku di kelas langsung melesat, akupun dapat rangking 3 di Cawu I kelas 5.
“Anton, Bunda bangga, sip”, ungkap Bunda sambil mengacungkan jempolnya.
“Makasih Bunda, ini semua berkat Bunda”, sambil kupeluk Bunda.
Dan disekolah, Bu Guru Walikelasku juga kaget, mungkin dalam hatinya, kok bisa ya, Anton bisa dapat rangking 3 sekarang.

Dan seperti biasa, setiah hari senin 2 minggu sekali, aka jadi pemimpin upacara. Kalau sekarang tidak sampai pingsan, bisa jalan sendiri untuk pingsan menuju UKS, heee.

Naik kelas 6, Bapak dan Ibu Guru terlihat lebih gigih mengajar dari sebelumnya.
Mungkin karena mendekati UAN kali ya? Setiap hari datang lebih awal untuk belajar, sorenya masih les, sungguh rutinitas di kelas 6 yang menyibukkan…
Aku masih ingat, berapa biaya sekolahku ketika SD, kurang dari 5.000 rupiah. Akan tetapi, Bapak Ibu Guru benar-benar totalitas dalam mengajar.

Alhamdulillah, akhirnya lulus SD. Asyiiiikk, aku dapat rangking 3 di sekolah. Berbekal itulah aku dapat kunci untuk diterima di SMP terbaik di Kecamatanku. Dengan segala kerendahan hati, terimakasih untuk Bunda dan Bapak Ibu Guruku yang telah mendidiku.

Selepas dari SD, aku tidak pernah lupa akan jasa mulia beliau. Aku dan teman-teman biasanya ketika Lebaran, kami silaturahmi ke rumah guru-guru SD kami, hingga lebaran 5 tahun lalu. Lebaran belakangan ini , karena sudah menikah dan waktu libur semakin terbatas, aku belum bisa silaturahmi ke rumah para pendidiku lagi.

Mohon maaf ya Bapak Ibu Guru, semoga kalian selalu diberikan umur panjang untuk kita bertemu kembali. Semoga kebahagiaan, kemuliaan di dunia dan di surga kelak.
Dan tak lupa Buat Bundaku, aku merindukan masa-masa ketika kita akan bertemu kembali di surga Nya.Aamiin.

Akhir kata, selamat Hari Guru, guru di sekolah dan di rumah.

~Dari anak didikmu yang dulu selalu merepotkan untuk dididik…
Anton Prasojo