Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Terdengar suara adzan Ashar ketika menyusuri jalan di kota
Solo menuju Yogyakarta, selepas “mengamen” di kota yang terkenal dengan jargon “Spirit
of Java” nya itu. Kulihat disebelah kiri jalan ada masjid sederhana, sumber
suara adzan tadi. Mobilpun aku parkir dan buru-buru mengambil air wudhu.
Setelah shalat sunah dan beberapa jamaah mulai berdatangan, iqomahpun dikumandangkan,
suara muadzinnya persis dengan suara yang kudengar ketika adzan. Kulihat sepintas,
dan berkata dalam hatiku, “Oh, ini yang adzan tadi ya...”.
Para jamaah mulai berdiri, merapatkan shaf. Mata ini
ternyata tidak mau lepas dari sosok orang yang mengumandangkan iqomah tadi.
Saat kami semua sudah siap sholat dengan shaf yang rapat, sang muadzin ternyata
masih berada di samping kiri masjid. Dan pelan-pelan dia mulai mendekat ke sampingku,
dan begitu terkejutnya aku ketika melihat, ternyata salah satu kakinya, kaki
kirinya sudah tidak ada lagi. Mungkin karena kecelakaan atau cacat sejak lahir.
Dia hanya mengandalkan kaki kanannya untuk berbaris dengan jamaah lainnya. Kaki
kanannya yang tidak sepenuhnya kuat menyangga badan membuatnya harus shalat
dengan duduk. Duduk tepat disampingku…
Terus terang, muka ini rasanya tertampar, hati merasa pilu.
Dan selama shalat ternyata mata ini tidak kuasa untuk menahan air mata yang
mulai memenuhi sisi kelopak mataku. Rasa kagum, malu dan juga syukur bercampur
aduk jadi satu.
Selepas shalat dan dzikir, aku perhatikan muadzin tadi, masih
kusyuk dengan dzikir dan doanya. Dan ketika meninggalkan pintu masjid, aku
melihat tongkat kaki bersandar di teras masjid yang kuyakini milik muadzin
tadi. Aku teringat akan sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang dapat kita
temukan dalam Kitab Riyadush Shalihin, hadits no 1073.
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata, Telah datang kepada Nabi
seorang laki laki buta, dia berkata, Wahai Rasulullah saya tidak memiliki
penuntun yang bisa menuntun saya ke masjid. Orang tadi memohon kepada
Rasulullah agar memberi keringanan untuknya sehingga ia shalat di rumahnya,
maka beliau pun memberikan izin untuknya. Tetapi tatkala orang itu mau pergi
beliau memanggilnya dan bertanya, Apakah kamu mendengar adzan shalat. Dia jawab, Ya. Beliau bersabda, Kalau begitu
datangilah (panggilan shalat itu).
Dan hari itu, aku benar-benar belajar dari sang muadzin “pincang”
tadi. Belajar akan pemahaman, ketaatan, keikhlasan dan kebersyukuran dalam
beribadah dan menjalani hidup. Lantas kita, yang kakinya masih utuh, ketika ada
panggilan shalat dari pengeras masjid, seringkali kedua kaki masih digunakan
untuk berdiri menyibukan dengan urusan dunia yang tidah pernah ada ujungnya…
#Musafir masjid,
Waktu Ashar, 21 Agustus 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar