Pak Hadi |
Sebuah notifikasi adanya pesan baru masuk di layar HP.
Ternyata dari salah satu group WA yang aku ikuti. Seseorang kawan posting
mengenai kabar duka.
“Inalillahi
wainnailaihiroojiuun kapundhut wonten ngarsanipun Allah swt. BP. H. Suhadi
Dimyati Ba. Pada hari selasa 28 Nov jam23.30 di Pedak Bumirejo smg husnul
khotimah aamiin. Pemakaman akan dilaksanakan pukul 09.00”
Sudah lama sekali tidak bersilaturahmi dengan beliau, kaget
rasanya. Dulu ketika kami masih SMA, rasa kompak masih ada. Setiap lebaran bersama
kawan-kawan alumni pasti keliling ke rumah guru-guru kami, termasuk ke rumah
beliau. Rumah yang sederhana, sesederhana beliau, tetapi sejuk di dalamnya.
Kesejukan akan kasih sayang, keramahtamahan, dan ketauladanan.
Aku forward kabar duka ke beberapa kawan SMP. Mereka juga
bertanya, Bapak Hadi yang mana ya Ton? Aku jawab singkat saja, “Ingat nggak
siapa yang selalu nyemangati kita buat lomba infaq?” Begitu aku lontarkan
kalimat itu, langsung deh dia ingat.
Guru yang satu ini memang unik. Setiap masuk kelas, sebelum
memulai pelajar, hal pertama yang dilakukan adalah mengajak kami untuk infaq. Waktu
itu kelas kami terdiri dari 5 barik ke belakang, katakanlah baris A, B, C, D, dan E. Beliau
menulis di papan nama masing-masing baris sebagai nama kelompok. Selanjutnya,
salah satu siswa di masing-masing kelompok menyambangi anggota kelompoknya
untuk mengumpulkan infaq. Biasalah, namanya juga anak-anak SMP dengan uang saku
cekak dan biasanya orientasinya buat jajan di kantin belakang sekolah. Alhasil,
recehan-recehan yang keluar dari saku kami, 100 perak, atau bagi yang agak lumayan
jumlah uang sakunya bisa ngasih 500 perak.
Uang infaq yang terkumpul di masing-masing kelompok di taruh
di meja paling depan dan dihitung. Perwakilan kelompok selanjutnya menulis
hasil yang terkumpul di papan tulis sesuai kelompoknya. Hal yang menarik pun
dimulai. Semua akan melihat hasil pengumpulan masing-masing kelompok.
Berikutnya yang beliau lakukan adalah mengajak lomba, siapa yang mau menambah
jumlah infaqnya. Mirip kayak acara lelang-lelang gitu. Suasana kelas menjadi
riuh, ramai, semua bersemangat untuk menambah infaq, tak mau kalah dengan
kelompok sebelahnya. Satu persatu jagoan yang uang sakunya berlebih, berani pasang
infaq lebih. Pokoknya berusaha menjadi kelompok yang menang. Kadang saking semangatnya,
pada lupa kalau uang sakunya habis, dan waktu istirahat sekolah minta traktir
teman-temannya. Nah lho !
Selepas selesai lomba di tingkat kelompok, hasil keseluruhan
dihitung, berapa totalnya. Nah, berikutnya beliau sampaikan juga dalam minggu
ini total infaq dari kelas-kelas lainnya. Kalau jumlah infaq kelas kami masih
di bawah yang lain, nego-nego pun dimulai. Ketua kelas biasanya nyasar yang
berdompet tebal buat infaq lebih, secara kami waktu itu di kelas ungulan. Ada
perasaan untuk bisa memberi lebih banyak, disamping pengin menang juga sih,
kelas unggulan gitu lho. Hehe.
Begitulah beliau selalu mengawali pelajar setiap minggunya.
Hasil infaq yang terkumpul digunakan untuk mencukupi kebutuhan masjid sekolah,
termasuk sebagai dana social membantu kawan-kawan kami yang membutuhkan. Beliau
mampu menggugah kami yang pada malas berinfaq menjadi sadar, tertarik dan
tertantang. Dan bagiku, apa yang beliau ajarkan tak akan pernah dapat
dilupakan, sampai kapanpun dalam mengajarkan ketauladanan. Selamat jalan Pak
Guru, semoga Allah memberikan tempat terbaik-Nya bagimu. Kami menjadi saksi
atas segala budi baikmu.
Perjalanan Jogja-Semarang, 29 November pagi.
Suwun Mas semoga Abah diterima amalnya diampuni dosanya.
BalasHapus