Minggu sore pertengahan Oktober, di sela-sela waktu membantu istri
menjaga “lapak ” produk jilbab kaos andalan kami (www.jilbamazaya.com) di pamerah produk
UKM dan Koperasi se-Indonesia di Jogja Expo Centre, aku dan anak-anak
mengunjungi panti asuhan La Tahzan. Panti asuhan ini adalah salah satu dari 4
panti asuhan binaan gerakan amal kolektif Taman Karunia (www.tamankarunia.org), dimana saat ini
Taman Karunia sudah berusia hampir 4 tahun.
Panti asuhan yang berlokasi di Bantul,
Yogyakarta ini membina sekitar 30 anak yatim, piatu dan dhuafa yang kesemuanya
bersekolah setingkat MAN. Panti asuhan ini tidak hanya tempat singgah,
melainkan juga pesantren yang membekali santrinya dengan berbagi pengetahuan
dan hafalan Al-Quran.
Taman Karunia hadir dipanti asuhan tersebut
untuk memberikan dukungan biaya pendidikan bagi anak-anak yang bersekolah di
Man Lab UIN sekaligus memberikan training pengembangan diri yang dilaksanakan
setiap bulannya. Training tersebut kami harapkan mampu memberikan bekal
pengetahuan dan wawasan bagi adek-adek kami di masa yang akan datang.
Pada kesempatan diskusi bulan ini, ada
pertanyaan menarik dari salah satu santri. “Siapa sebenarnya Si Kaya dan Si Miskin?”.
Jawaban singkatku akan pertanyaan ini dapat
ditemukan pada bagian akhir tulisan ini, tetapi sebelumnya mari coba kita baca
uraian perenungannya.
Kalau pertanyaan yang sama ditujukan kepada kita,
lantas seperti apa jawabannya. Bisa jadi, mayoritas dari kita akan menjawab Si
Kaya adalah orang yang mempunyai mobil mewah, rumah megah, simpanan tabungan
berlimpah, jabatan tinggi, dan sederet tampilan kemewahan lainnya. Dan
sebaliknya, Si Miskin adalah orang dengan kondisi sebaliknya, rumah reot, mobil
tak ada, jadi jongos dimana-mana, makan senin dan kamis, galian hutang dalam
mencekam dan setumpuk gambaran penderitaan hidup di dunia.
Sebenarnya, dari manakah label Si Kaya dan Si
Miskin berasal? Ada satu hal utama yang melatarbelakangi manusia dikatakan kaya
atau miskin, yakni, penilaian orang lain. Orang memberikan penilaian berdasarkan
kemewahan yang tampak dan melekat pada dirinya. Dan apa yang terjadi saat ini,
dimana banyak orang berlomba untuk meraih predikat sebagai orang kaya, bisa
jadi hanya sebatas mengejar penilaian orang atas dirinya, bukan menjadikan
kekayaan sebagai jembatan untuk menolong sesama dan mendekatkan diri kepadaNya.
Lantas, sebenarnya apa yang terjadi dengan orang
yang berlomba-lomba menimbun kekayaan sementara hatinya tidak pernah puas? Itu
semua karena hilangnya rasa syukur terhadap apa yang diberikan oleh Allah SWT.
Hal yang dirasakannya hanya kekurangan, kekurangan dan kekurangan.
Pada akhirnya dia akan tetap melakukan berbagai
cara untuk memuaskan diri dengan tambahan kekayaannya, tetapi jangan dikira
dengan semakin kaya pasti akan semakin bahagia. Sebuah cerita sedih datang
kepada aku ketika ada sepasang suami istri begitu bahagia ketika awal-awal
janji suci diucapkan dengan segala keterbatasannya. Akan tetapi, begitu
kesuksesan digapai dan harta tercukupi, justru kebahagiannya terasa hilang sirna
seutuhnya. Ya, sebagian orang bisa dengan mudah melewati kemiskinan, tetapi sulit
lulus dari ujian keberlimpahan.
Di sisi lain, sebagian dari kita pasti pernah
mendengar orang berceloteh, “ Enak yang jadi orang kaya, bisa ini, bisa itu
dengan mudah!” Eits, jangan salah kita tidak pernah tahu apakah kekayaan yang
diraihnya apakah dirihoi oleh Allah SWT atau tidak. Indikatornya sederhana,
apakah kekayaan tersebut membawa keberkahan dalam hidup atau sebaliknya
menjerumuskan.
Kita perlu mengingat kembali, ada dua cara Allah
memberikan rizki harta kepada manusia. Pertama diberikannya secara baik dengan
jalan dari hasil keringat yang menetes untuk pekerjaan-pekerjaan yang lurus.
Dan yang kedua, diberikan dengan dilempar ke mukanya sebagai “upah” dan
membuatnya semakin tenggelam dalam keberlimpahan yang semu.
Dan jawaban singkatku mengenai siapa Si
Kaya dan Si Miskin merujuk pada Hadits Riwayat Bukhori No. 6081 dan Muslim No.
1051, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan
(yang hakiki) adalah kekayaan/kecukupan (dalam) jiwa (hati).” Ada ungkapan lain
juga yang menyebutkan bahwa Si Kaya adalah orang yang sibuk membagi-bagikan
hartanya untuk menolong orang lain, sementara Si Miskin adalah orang yang sibuk
mengumpulkan untuk dirinya sendiri.
Perjalanan udara Yogyakarta-Surabaya
22 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar