Seorang adek angkatan di kampus yang akan ijab qabul bertanya kepadaku beberapa waktu lalu. “Mas, menurut jenengan apa yang musti diperhatiin ketika mulai
berkeluarga, terutama masalah keuangan dan kebutuhan hidup?”. Aku spontan menjawab, “Usahakan sebisa mungkin jangan berhutang”. “Lho, apa hubungannya dengan berhutang, kok
penting?”, tanyanya lebih lanjut.
Bercermin dari pengalaman sendiri, berhutang memang boleh,
tetapi ketika benar-benar dalam kondisi sangat terdesak untuk memenuhi kebutuhan
hidup, ingat, kebutuhan bukan
keinginan. Ini yang menjadi pertimbangan utama. Apa saja itu kebutuhan hidup, ok let’s say salah satu contohnya tempat
tinggal. Tempat tinggal disini apakah
harus rumah pribadi, tentusaja tidak. Kalau memang kita belum mampu untuk membeli atau membangun rumah
sendiri ya ngontrak. Aku dan keluarga
juga pernah beberapa tahun menjadi “kontraktor”, dan kami happy
dengan itu. Justru ketika mengontrak cocok buat pengantin baru, romantis deh,
kita bisa ketemu istri di setiap sudut rumah. Ke kamar ketemu, ke dapur ketemu,
ke ruang tamu ketemu, maklum rumahnya
luasnya terbatas, he he. Hal terpenting,
kebutuhan hidup berupa tempat tinggal tercukupi, tanpa memaksakan memiliki
rumah pribadi yang bagus dilatarbelakangi keinginan, bukan kebutuhaan.
Setelah tempat tinggal, biasanya kebutuhan berikutnya adalah
kendaraan. Kalau memang kita belum mampu membeli motor ya naik sepeda, kalau
belum mampu beli mobil ya naik sepeda motor, begitu saja. Kita lihat apakah
memiliki motor yang bagus dan mobil adalah kebutuhan hidup atau sekedar
keinginan. Jangan salah lho ya, naik
motor itu romantis, dan romantisnya tidak bisa digantikan setelah kita punya
mobil. Kalau punya motor boncengin istri berimpitan sambil dipeluk,
romantisnya tak tergantikan. Nah, kalau sudah naik mobil kan istri nggak
mungkin duduk di belakng kita sambil meluk, hehe. Sudah gitu, kalau kehujanan
semakin romantis, romantis ngemper di
teras toko buat berteduh dimana
dunia serasa milik berdua atau
berbasah-basahan ria menikmati hujan berdua, cie cie…
Ok, ceritanya dilanjutkan kembali, break sebentar ke pasar buat beli ikan salem, rencana mau dibuat
sop ikan, hehe.
So, beberapa hal ini penting untuk kita perhatikan ketika
memulai menjalani kehidupan keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup.
1. Jujur dengan diri sendiri
Hal pertama ya jujur, apa yang saat ini
menjadi kebutuhan hidup dan mana yang sekedar hanya keinginan. Jujur apa yang kita cari, apakah terpenuhinya kebutuhan
hidup sesuai dengan isi dompet saya ini atau memaksakan diri untuk membeli
lebih dari kemampuan lantaran mengejar gengsi.
2. Membangun komiten bersama
Ibarat rumah, komitmen antara suami dan istri dalam hal kebutuhan hidup
adalah pondasinya. Sedini mungkin menyamakan persepsi bagaimana perekonomian
rumah tangga ini akan berjalan. Sebagai contoh, aku dan istri berkomitmen,
apapun yang terjadi atas izin Allah jangan pernah berhutang, meski hanya dengan
keluarga terdekat, apalagi di bank untuk sekedar kebutuhan hidup.
3. Menetapkan skala prioritas
Kita harus mampu menetapkan skala priortas
dalam urusan kebutuhan rumah tangga, mana
yang lebih dahulu untuk kita penuhi dan mana yang bisa ditunda. Sebagai
contoh, teman pernah bertanya beberapa tahun lalu saat aku dan istri membeli
mobil. “Lho, kenapa membeli mobil dulu bukannya belum punya rumah sendiri?”.
Aku jawab singkat, “Lha, aku sekarang lebih butuh mobil je daripada rumah”.
Mobil bisa aku gunakan buat ngembangin usaha, angkut barang-barang jualan, bisa
juga direntalkan, termasuk buat bawa anak-anak bayi bepergian biar nggak
kehujanan. Jadi bukan karena keinginan, tapi memang kebutuhan saat ini. Rumah
sudah cukup dengan mengontrak, aman, nyaman dan tidak ada biaya pemeliharaan,
iya kan?
4. Sabar dan syukur
Dua hal ini penting banget. Seperti lirik
lagunya Adera yang berjudul Catatan Kecil.
Bersabarlan
menikmati masa-masa membangun dari nol, ketika belum punya rumah dan
lainnya atas nama sendiri. Bersyukurlah karena dengan itu kita akan melalui
dengan nikmat. Tidak usah mudah panas ketika melihat teman kuliah, tetangga
atau kerabat yang baru saja lulus kuliah kemudian dalam waktu singkat bekerja
terus punya ini dan itu. Aku dan istri termasuk
bersyukur bisa merasakan tinggaal di rumah petak dimana teras, ruang
tamu, kamar tidur, kamar mandi dan dapur menyatu. Tidak ada istilah tetangga
rumah, adanya tetangga kamar, hehe. Happy deh pokoknya. Aku dan istri masih
ingat betul berapa jumlah piring, mangkok
dan gelas yang kami punyai waktu itu; 1 mangkok buat tempat sayur, 1 piring buat tempat ikan
atau tempe sebagi lauk, 1 piring buat tempat makan berdua, iya, sepiring berdua, romantis kan? Uhuk uhuk,
maklum waktu menikah belum genap lulus dari kampus, nekat pokoknya.
5. Ciptakan sumber penghasilan lainnya
Seorang kawan di sebuah WA group mendapatkan
selamat dari teman-temannya setelah SK PNS nya keluar. Si doi menanggapi
spontan “Iya, SK sudah turun, siap buat disekolahin biar bisa segera kredit
rumah. Lha gimana aku kan hanya PNS,
nggak mungkin punya rumah cepat kalau SK ku nggak disekolahin”. Hal seperti itu
sebenarnya bisa kita hindari ketika kita bisa mencari sumber penghasilan
lainnya yang tentu saja tidak melalaikan dan bertentangan dengan tugas
utamanya. Kita bisa mulai berdagang
barang dan jasa sesuai minat dan
keahlian. Istriku sering berpesan, kalau sekiranya kebutuhan hidup kita
bertambah ya minta pada Allah agar dicukupkan sementara kita berusaha
semaksimal mungkin menciptakan sumber penghasilan baru. Aku pernah nyambi kerja menjadi reporter lepas di
salah satu majalah terbitan Bandung, lumayan dapat penghasilan tambahan
dari tempat lain dan ekspresi menulisku
tersalurkan. Pernah juga nyambi jualan ini itu di hari sabtu-minggu agar ada
aliran dana masuk, hehe.
Kiranya lima poin di atas dapat kita terapkan agar kita
terbebas dari hutang. Kata orang hutang itu
menjadikan hidup kita jadi tidak
tenang karena kepikiran nyicil pelunasannya. Selain itu kalau hutang sudah menjadi
pilihan utama pada akhirnya kita akan membuka lubang hutang lainnya meskipun
lubang hutan sebelumnya belum tertutup. Dan lebih bahaya lagi ketika kita
merasa kaya bisa membeli ini itu dari hutang. Kita berdoa bersama untuk
rekan-rekan yang saat ini sedang berhutang agar Allah segera memberikan
kemudahan untuk melunasinya dan bagi kita lainnya berdoa semoga terhindar dari kebiasaan
berhutang. Sesungguhnya orang yang sejatinya kaya adalah orang yang tidak
mempunyai hutang.
sangat mengispirasi, makasih bos
BalasHapusSami-Sami Om Titus :)
BalasHapus