“Eh, dah tahun baru, wah,
naik gaji dong?”
“Tahun baru, siapa yang naik jabatan ya?”
Itulah beberapa kalimat pertanyaan yang sering aku dengar menjadi buah bibir di awal tahun. Ya, awal tahun kerap dijadikan momentum untuk perubahan baik di instansi negeri maupun
swasta. Sebuah langkah untuk menata organisasi
dan memberikan penyesuaian insentif bagi para pegawainya. Awal tahunpun
disambut dengan suka cita oleh sebagian besar orang, berharap ada implikasi
positif dalam jenjang karir dan kenaikan penghasilan.
Di lain sisi, hal yang paling mendasar untuk kita tanamnkan adalah kelapangan
hati dan pikiran untuk menerimanya
dengan syukur. Bisa jadi tidak ada perubahan
signifikan yang diharapkan di tahun baru, tetapi kita harus meyakini bahwa yang saat
ini kita terima adalah yang terbaik dari Nya.
Apabila kita tidak menyiapkan diri, yang terjadi justru
sebaliknya, sebuah kecemburuan, iri, dengki, dan berbagai prasangka buruk terhadap orang di sekitarnya.
Memposisiskan si Bos sebagai orang yang
tidak adil, tidak paham kondisi yang dialaminya akan kebutuhan hidup yang
semakin memuncak, serta berbagai prasangka lain seperti sikap Bos yang pilih kasih dalam menaikan jabatan rekan kerjanya.
Atau bisa jadi cemburu buta dengan teman kerjanya yang mendapatkan kenaikan
gaji karena prestasi yang ia raih, akhirnya muncul hubungan personal yang tidak
baik antara satu orang dengan
lainnya. Hal ini kemudian memunculkan perilaku
kerja yang tidak produktif dalam
satu tahun karena merasa
apa yang ia terima tidak sesuai harapan.
Kembali, mari kita coba melihat kehidupan di sekitar kita,
terlebih bagi orang-orang yang secara perekonomian masih di bawah kita. Kita
akan melihat betap beruntungnya
kita, masih mampu memberikan makanan yang sehat, tempat tinggal
yang layak dan berbagai fasilitas lain bagi anggota keluarga kita. Coba lihat,
diluar sana masih banyak orang yang hidup tanpa tempat tinggal, mengais makan
dari tong-tong sampah, dan menggantungkan diri
dari belas kasih orang lain.
Kembali, mari kita perbanyak
bersyukur, karena sejatinya rezeki bukan hanya dalam bentuk materi,
jabatan dan kemewahan yang kita punya. Keluarga yang bahagaia, damai,
rukun, tidak penuh konflik adalah satu
dari rezeki yang sangat besar. Bayangkan saja, bagaimana rasanya ketika kita
bergelimang harta, tetapi ketika pulang
ke rumah, keluarga berantakan,
bertengkar tiada henti, anak tidak bisa
kita arahkan, dan sederetan konflik yang membuat semua uang kita tiada artinya.
Ada sebuah cerita unik, ketika
sebuah keluarga sangat harmonis di awal pernikahan
dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Akan tetapi
kemudian lambat laun harta bertambah, hidup semakin mewah, tetapi di lain sisi,
keluarga justru menjadi hancur, tak
bersisa. Apa yang salah? Bisa jadi kita
lupa darimana sejatinya semua nikmat yang
kita terima itu
berasal dan bagaimana upaya kita dalam mendapatkannya. Yakinkah sudah sesuai
tuntunan?
Kembali, mari kita perbanyak bersyukur, rezeki itu bukan sebatas materi. Sebuah kesehatan
itu mahal harganya, melebihi kenaikan
gaji kita. Dalam sebuah perjalanan,
seorang laki-laki paruh baya yang duduk di kursi sebelah saya bercerita bagaimana ia berusaha sekuat tenaga tanpa henti
mengupayakakn kesembuhan
isterinya dari sakit cancer. Berbagai
upaya ia
lakukan, tidak peduli berapun
uang yang ia keluarkan. Berbagai properti, deposito, tabungan, emas dan
semua yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, pada akhirnya terkuras untuk
membiayai kesehatan, yang bisa jadi sering kita sepelekan dan kita anggap remeh temeh. Inilah salah satu rezeki yang tersembunyi, yang Tuhan
rahasiakan nilainya, karena bisa jadi apabila dirupiahkan kita akan tercengang,
tidak mempunyai cukup uang untuk menebusya.
Mari kita selalu berpikir positif karena Tuhan tidak pernah
tidur, segala yang kita lakukan selalu
dalam radar-Nya, Ia tidak pernah lelah dalam mengurus mahluk-Nya. Sehingga
apapun yang kita dapatkan saat ini adalah sesuatu yang terbaik dari
sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar