Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Kamis, 29 Oktober 2009

Menteri Kehutanan, Kini 30 Orang

Presiden SBY sudah mengumumkan struktur Kabinet Indonesia Bersatu II. Kembali lagi terulang, jabatan menteri layaknya kue kekuasaan yang dibagi-bagi untuk melanggengkan kursi Istana Negara. Lantas, bagaimana dengan Menteri Kehutanan?
Melalui babak audisi layaknya Indonesia Idol akhirnya menteri kehutanan yang baru terpilih juga. Banyak pro kontra muncul setelah naikknya Zulkifli Hasan, SE., MM sebagai pengganti MS Ka’ban guna menempati posisi Manggala I. Pertanyaan besar muncul, kemanakah arah kehutanan Indonesia 5 tahun kedepan akan dibawa?
Sembari menunggu bukti nyata keseriusan kerja Menhut baru, mari coba kita berpikir sejenak. Para pemimpin besar di negeri ini lahir dan melewati masa-masa mudanya seperti kita sebagai mahasiswa. Golongan yang dinobatkan sebagai calon intelektual bangsa. Dan begitu juga dengan mahasiswa kehutanan. Sebagai calon pemimpin masa depan tentunya kita harus selalu membuka mata dan peka akan kondisi kehutanan di negeri ini. Termasuk menyikapi Menteri Kehutanan yang baru saja mengucapkan sumpah janji.
Beberapa waktu lalu saya diskusi dengan rimbawan senior. Tersentak pikiran ini ketika bentakan itu melayang. Bukan takut, justru tersadarkan akan hal besar yang terlupakan. Niat awal adalah meminta nasihat dan pandangan akan kemana arah mahasiswa merespon suksesi kepemimpinan kehutanan. Kami berdua sepakat kalau mahasiswa memang harus mempunyai peran dalam momentum 5 tahunan ini. Sekecil apapun itu, usaha yang kita lakukan harapannya akan menghidupkan nyala api semangat untuk terus melakukan perbaikan. Lantas, apa yang dapat dilakukan mahasiswa kehutanan? Memang siapa kita? Apa kemampuan kita? Itulah pertanyaan-pertanyaan besar yang juga mewajibkan kita semua sebagai mahasiswa kehutanan untuk menjawabnya. Mahasiswa mempunyai pikiran yang original, kemurnian dalam berpikir dan bertindak. Sikap kreatif dan kritis pun melekat pada golongan yang hanya berjumlah 18% dari total penduduk Indonesia ini. Berbaga karakter mahasiswa itulah yang menjadi sorotan kami waktu itu. Bukankah mahasiswa bebas berekspresi dan berkreasi. Membicarakan apapun sesuai yang diketahuinya. Bahkan ide-ide yang muncul juga semau dia sendiri. Tapi disitulah letak keunggulannya. Ide-ide segar muncul tanpa banyak tarikan kepentingan. Berbeda tentunya dengan ide-ide para ahli yang telah lama berkecimpung di dalam kehutanan serta terbiasa memberikan arahan. Barangkali memang kita bosan mendengar berbagai usulah teknis yang formil dan hingga kini tidak kunjung terlihat hasilnya.
Mari kita coba mengkaji secara lugas salah satu persoalan di sektor kehutanan. Di berbagai daerah marak adanya illegal logging. Berbagai penelusuran telah memperlihatkan illegal logging tidak hanya dilakukan oleh orang-orang luar pemerintahan, bahkan banyak juga dilakukan aparat terkait termasuk pegawai kehutanan. Justru, dengan kewenangan dari posisi atau jabatan yang ada memberikan kemudahan untuk mensukseskan aksi biadab itu. Dan ini yang sering kali tidak diketahui oleh pihak berwenang di pusat. Kalau memang serius menangani kasus ini mengapa tidak bekerjasama dengan mahasiswa fakultas kehutaan di seluruh Indonesia. Jadikan mahasiswa kehutanan menjadi menteri-menteri kehutanan di daerahnya. Kini ada kurang lebih 30 universitas yang memiliki jurusan kehutanan dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Bukankah itu sebuah potensi yang sangat besar ? Dan yakini bahwa mahasiswa tidak perlu digaji untuk dijadikan menteri kehutanan. Toh, mahasiswa bukan pegawai pemerintah. Biarlah menteri-menteri kehutanan nantinya melihat kondisi langsung di lapangan. Apa yang mereka temui dan apa yang mereka alami jauh akan lebih dalam dan mengakar. Idealisme akan nilai pengorbanan dan keikhlasan yang begitu kuat akan memberikan hasil yang jauh lebih memuaskan daripada tim-tim ahli. Walaupun memang tidak semua seperti itu. Komunikasi antara menteri kehutanan dengan mahasiswa yang jauh dari berbagai kepentingan justru akan lebih membantu. Informasi yang akan diterima menteri pastilah isformasi lugu tapi real kondisi di lapangan. Pernahkah menteri kehutanan mencoba seperti itu? Atau karena memang jabatan yang sudah tinggi jadi terlalu banyak orang pintar di sekitarnya dan yakin semua akan teratasi. Itulah salah satu ide konyol dan lugu yang dimiliki mahasiswa. Mahasiwa memang kalah dalam bermain pengalaman dan pengetahuan. Akan tetapi, miskin pengalaman itu juga yang akan membuat mahasiswa berbicara dan bertindak apa adanya. Sehingga sudah saatnya pikiran-pikiran kritis dan kreatif itu kita munculkan kembali. Berbagai warna dialektika yang selama ini hilang marilah kita tumbuhkan kembali. Ingatlah, berbagai hal besar itu dimulai dari hal kecil yang dilaksanakan secara kontinyu dan bersama-sama. Mampukah kita sebagai mahasiswa berbuat lebih untuk kehutanan dimasa akan datang. Jawaban itu ada di pundak kita masing-masing. Salam Bumi, Pasti Lestari.