Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Rabu, 08 Juni 2011

Generasi Penyelamat Bumi


Setiap tanggal 5 Juni, kita peringati sebagai Hari Lingkungan Hidup. Indonesia pada tahun 2007, ketika agenda UNFCC digelar dan melahirkan Bali Road Map, pemerintah memproklamirkan diri untuk menurunkan emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020. Target besar tersebut dicanangkan sebagai keseriusan pemerintah dalam turut serta dengan negara-negara lain di dunia mengurangi penyebab Global Warming.Global Warming tampaknya sudah bukan menjadi isu di elite negara-negara maju, melainkan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Indonesia secara langsung sudah menuai dampak buruk dari bencana globat tersebut. Pulau-pulau di wilayah kedaulatan RI yang jumlahnya lebih dari 13.500 pulau satu persatu mulai hilang, tenggelam oleh naiknya muka air laut. Bencana iklim ekstrim terus melanda berbagai daerah, cuaca panas terik, dengan seketika berubah menjadi hujan deras dan menimbulkan banjir di berbagai wilayah yang sebelumnya tidak pernah banjir. Ketersediaan pangan mulai tidak menentu setelah musim tanam dan panen sudah tidak dapat mengandalkan hitungan musim. Selanjutnya berbagai hama dan penyakit jenis baru telah merebah dan menjangkiti masyarakat tanpa pencegahan dan obat. Fenomena ulat bulu baru-baru ini yang meresahkan masyarakat merupakan bukti ketidak seimbangan alam yang merupakan dampak Global Warming yang nyata di depan mata.

Bencana dan ujian tersebut sudah seharusnya menguatkan tangan dan kaki kita. Berbagai pihak, baik pemerintah dan masyarakat wajib bahu membahu untuk membangun kesadaran dan kearifan hidup masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan. Kelalaian dan keserahakan kita sudah saatnya dihentikan. Kita semua tentunya tidak ingin terkena imbas dosa abadi dimana generasi selanjutnya akan menyalahkan kita karena meninggalkan berbagai kerusakan dan penderitaan. Warisan terbaik yang bisa dinikmati anak cucu berupa SDA baik hayati maupun non hayati yang masih bisa dikelola haruslah menjadi impian generasi saat ini. Tidak ada kata terlambat untuk berubah, dan itu semua berada di tangan kita. Dan tanggung jawab kita, generasi berikutnya haruslah lebih baik daripada generasi saat ini.

Generasi yang hidup secara arif dan mendudukkan lingkungan hidup sebagai bagian dari nyawa manusia. Kalau melihat pengalaman hidup, sebenarnya itu bukanlah hal yang sukar dilakukan. Setidaknya orang tua kita sudah ratusan tahun mendidik untuk mengahargai dan mencintai lingkungan. Masyarakat di sekitar hutan yang memiliki tanah ulayat dengan kehidupan tradisional tentunya memiliki hutan yang jauh lebih lestari dibandingkan wilayah lain yang sudah tersentuh budaya konsumtif dan egoistik. Dan diberbagai daerah pedalaman masih banyak yang memegang erat ajaran leluhur untuk terus hidup selaras dengan alam. Kehidupan seperti itu, tertanam secara turun temurun dan menjadi local wisdom atau kearifan lokal masyarakat. Kearifan lokal tersebut membendung jauh-jauh pengaruh negatif dari globalisasi yang terus mengusik kehidupan alam dan lingkungan. Bahkan lebih jauh, kehidupan modernis saat ini telah membelenggu setiap rasa kasih sayang terhadap sesama dan lingkungan. Kesadaran untuk hidup egois dan jauh dari ramah lingkungan muncul bersamaan dengan kebutuhan manusia yang terus bertambah, tetapi tidak mengindahkan mahluk lain yang hidup di sekitarnya. Sumber Daya Alam diekploitasi dengan genjarnya demi menutupi kebutuhan sesaa.

Menjadi tugas kita bersama, bagaimana mengadopsi warisan leluhur tadi, berupa kearifan lokal agar bisa diajarkan untuk generasi saat ini dan akan datang. Tentunya kearifan lokal yang membentuk pola hidup cinta lingkungan sudah semestinya dijadikan agenda utama dalam upaya perbaikan lingkungan hidup. Kembali lagi, semuanya berawal dari ulang tangan dan perilaku manusia. Manusia yang telah merusak lingkungan hidup dan memberikan dampak seperti saat ini, saatnya memperbaiki diri demi keberlangsungan hidup semua mahluk di dunia. Saatnya membangun “Generasi Penyelamat Bumi”. Generasi Penyelamat Bumi adalah generasi yang dengan segenap pikiran dan tingkah laku berupaya untuk hidup selaras dan arif dengan lingkungan di sekitarnya. Generasi Penyelamat Bumi dapat dilahirkan melalui dua jalur, yakni jalur informal dan jalur formal. Jalur informal mendudukkan keluarga sebagai bagian yang paling mendasar. Dan itu adalah kewajiban dari setiap orang tua. Tidaklah mungkin anak-anak kita bisa memahami akan pentingnya lingkungan, ketika orang tua yang menjadi teladan juga tidak pernah mencontohkan hal tersebut. Perilaku keluarga yang cinta lingkungan dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari seperti penggunaan sumber daya air, bahan makanan, energi listrik, dan bahan bakar. Penghematan terhadap sumber daya tersebut menjadi awal dari kecintaan kita terhadap lingkungan. Jalur informal lainnya adalah masyarakat. Setelah kita selesai dari tahapan keluarga,harapannya kita dapat membawa perilaku cinta lingkungan ke ranah masyarakat. Kearifan hidup dengan lingkungan bisa di terapkan di tengah masyarakat dengan perilaku lingkungan sehat. Kebersamaan seluruh anggota masyarakat untuk menjaga kebersihan, keindahan dan kesehatan adalah cerminan untuk mengajarkan pada generasi selanjutnya. Selanjutnya, jalur formal dapat melalui pendidikan di sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Pendidikan lingkungan sebaiknya menjadi salah satu materi yang diajarkan di sekolah. Pendidikan lingkungan akan memberikan pemahaman yang memadai bagi setiap siswa untuk hidup arif dan berdampingan dengan lingkungan. Selanjutnya, Generasi Penyelamat Bumi yang menjadi impian kita dapat menjadi kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar