Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Selasa, 07 Februari 2017

Ngambeg Berhutang

Seorang adek angkatan di kampus yang akan ijab qabul bertanya kepadaku beberapa waktu lalu. “Mas, menurut jenengan  apa yang musti diperhatiin ketika mulai berkeluarga, terutama masalah keuangan dan kebutuhan hidup?”. Aku spontan  menjawab, “Usahakan sebisa mungkin jangan berhutang”. “Lho, apa hubungannya dengan berhutang, kok penting?”, tanyanya lebih lanjut.

Bercermin dari pengalaman sendiri, berhutang memang boleh, tetapi ketika benar-benar dalam kondisi sangat terdesak untuk memenuhi  kebutuhan  hidup, ingat, kebutuhan  bukan keinginan. Ini yang menjadi pertimbangan utama. Apa saja itu kebutuhan hidup, ok let’s say salah satu contohnya tempat tinggal. Tempat tinggal disini  apakah harus rumah pribadi, tentusaja tidak. Kalau memang kita belum  mampu untuk membeli atau membangun rumah sendiri ya ngontrak. Aku dan keluarga juga pernah beberapa tahun menjadi “kontraktor”,  dan kami happy dengan itu. Justru ketika mengontrak cocok buat pengantin baru, romantis deh, kita bisa ketemu istri di setiap sudut rumah. Ke kamar ketemu, ke dapur ketemu, ke ruang tamu ketemu,  maklum rumahnya luasnya terbatas, he he. Hal terpenting, kebutuhan hidup berupa tempat tinggal tercukupi, tanpa memaksakan memiliki rumah pribadi yang bagus dilatarbelakangi keinginan, bukan kebutuhaan.  

Setelah tempat tinggal, biasanya kebutuhan berikutnya adalah kendaraan. Kalau memang kita belum mampu membeli motor ya naik sepeda, kalau belum mampu beli mobil ya naik sepeda motor, begitu saja. Kita lihat apakah memiliki motor yang bagus dan mobil adalah kebutuhan hidup atau sekedar keinginan. Jangan salah lho  ya, naik motor itu romantis, dan romantisnya tidak bisa digantikan setelah kita punya mobil. Kalau punya motor boncengin istri berimpitan sambil dipeluk, romantisnya tak tergantikan. Nah, kalau sudah naik mobil kan istri nggak mungkin duduk di belakng kita sambil meluk, hehe. Sudah gitu, kalau kehujanan semakin romantis, romantis ngemper di teras toko buat  berteduh dimana dunia  serasa milik berdua atau berbasah-basahan ria menikmati hujan berdua, cie cie…

Ok, ceritanya dilanjutkan kembali, break sebentar ke pasar buat beli ikan salem, rencana mau dibuat sop ikan, hehe.

So, beberapa hal ini penting untuk kita perhatikan ketika memulai menjalani kehidupan keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup.

1. Jujur dengan diri sendiri
Hal pertama ya jujur, apa yang saat ini menjadi kebutuhan hidup dan mana yang sekedar hanya keinginan. Jujur apa  yang kita cari, apakah terpenuhinya kebutuhan hidup sesuai dengan isi dompet saya ini atau memaksakan diri untuk membeli lebih dari kemampuan lantaran mengejar gengsi.

2. Membangun komiten bersama
Ibarat rumah, komitmen antara  suami dan istri dalam hal kebutuhan hidup adalah pondasinya. Sedini mungkin menyamakan persepsi bagaimana perekonomian rumah tangga ini akan berjalan. Sebagai contoh, aku dan istri berkomitmen, apapun yang terjadi atas izin Allah jangan pernah berhutang, meski hanya dengan keluarga terdekat, apalagi di bank untuk sekedar kebutuhan hidup.

3. Menetapkan skala prioritas
Kita harus mampu menetapkan skala priortas dalam urusan kebutuhan rumah tangga, mana  yang lebih dahulu untuk kita penuhi dan mana yang bisa ditunda. Sebagai contoh, teman pernah bertanya beberapa tahun lalu saat aku dan istri membeli mobil. “Lho, kenapa membeli mobil dulu bukannya belum punya rumah sendiri?”. Aku jawab singkat, “Lha, aku sekarang lebih butuh mobil je daripada rumah”. Mobil bisa aku gunakan buat ngembangin usaha, angkut barang-barang jualan, bisa juga direntalkan, termasuk buat bawa anak-anak bayi bepergian biar nggak kehujanan. Jadi bukan karena keinginan, tapi memang kebutuhan saat ini. Rumah sudah cukup dengan mengontrak, aman, nyaman dan tidak ada biaya pemeliharaan, iya kan?

4. Sabar dan syukur
Dua hal ini penting banget. Seperti lirik lagunya Adera yang berjudul Catatan Kecil. 
Bila ingin hidup damai di dunia
Bahagialah dengan apa yang kau punya
Walau hatimu merasa
Semua belum sempurna sebenarnya
Kita sudah cukup semuanya
Bila dunia membuatmu kecewa
Karena semua cita-citamu tertunda
Percayalah segalanya
Telah diatur semesta
Agar kita mendapatkan yang terindah


Impianmu terbangkanlah tingi
Tapi slalu pijakkan kaki dibumi
Senyumlah kembali
Bahagiakan hari ini
Buatlah hatimu bersinar lagi

Bila ingin lebih damai di dunia
Berbagilah bahagia yang tlah kau punya
Kini hatimu terasa
Semua lebih sempurna
Karena kau hidup
Dengan seutuhnya
Bersabarlan  menikmati masa-masa membangun dari nol, ketika belum punya rumah dan lainnya atas nama sendiri. Bersyukurlah karena dengan itu kita akan melalui dengan nikmat. Tidak usah mudah panas ketika melihat teman kuliah, tetangga atau kerabat yang baru saja lulus kuliah kemudian dalam waktu singkat bekerja terus punya ini dan itu. Aku dan istri termasuk  bersyukur bisa merasakan tinggaal di rumah petak dimana teras, ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi dan dapur menyatu. Tidak ada istilah tetangga rumah, adanya tetangga kamar, hehe. Happy deh pokoknya. Aku dan istri masih ingat betul berapa jumlah piring, mangkok  dan gelas yang kami punyai waktu itu; 1 mangkok  buat tempat sayur, 1 piring buat tempat ikan atau tempe sebagi lauk, 1 piring buat tempat makan berdua, iya,  sepiring berdua, romantis kan? Uhuk uhuk, maklum waktu menikah belum genap lulus dari kampus, nekat pokoknya.

5. Ciptakan sumber penghasilan lainnya
Seorang kawan di sebuah WA group mendapatkan selamat dari teman-temannya setelah SK PNS nya keluar. Si doi menanggapi spontan “Iya, SK sudah turun, siap buat disekolahin biar bisa segera kredit rumah.  Lha gimana aku kan hanya PNS, nggak mungkin punya rumah cepat kalau SK ku nggak disekolahin”. Hal seperti itu sebenarnya bisa kita hindari ketika kita bisa mencari sumber penghasilan lainnya yang tentu saja tidak melalaikan dan bertentangan dengan tugas utamanya. Kita bisa mulai berdagang  barang dan  jasa sesuai minat dan keahlian. Istriku sering berpesan, kalau sekiranya kebutuhan hidup kita bertambah ya minta pada Allah agar dicukupkan sementara kita berusaha semaksimal mungkin menciptakan sumber penghasilan baru. Aku pernah nyambi kerja menjadi reporter lepas di salah satu majalah terbitan Bandung, lumayan dapat penghasilan tambahan dari  tempat lain dan ekspresi menulisku tersalurkan. Pernah juga nyambi jualan ini itu di hari sabtu-minggu agar ada aliran dana masuk, hehe.

Kiranya lima poin di atas dapat kita terapkan agar kita terbebas dari hutang. Kata orang hutang itu  menjadikan hidup  kita jadi tidak tenang karena kepikiran nyicil pelunasannya. Selain itu kalau hutang sudah menjadi pilihan utama pada akhirnya kita akan membuka lubang hutang lainnya meskipun lubang hutan sebelumnya belum tertutup. Dan lebih bahaya lagi ketika kita merasa kaya bisa membeli ini itu dari hutang. Kita berdoa bersama untuk rekan-rekan yang saat ini sedang berhutang agar Allah segera memberikan kemudahan untuk melunasinya dan bagi kita lainnya berdoa semoga terhindar dari kebiasaan berhutang. Sesungguhnya orang yang sejatinya kaya adalah orang yang tidak mempunyai hutang.


Semarang, 7 Februari 2017

2 komentar: