Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Rabu, 29 November 2017

Lomba Infaq Pak Hadi

Pak Hadi
Sebuah notifikasi adanya pesan baru masuk di layar HP. Ternyata dari salah satu group WA yang aku ikuti. Seseorang kawan posting mengenai kabar duka.

“Inalillahi wainnailaihiroojiuun kapundhut wonten ngarsanipun Allah swt. BP. H. Suhadi Dimyati Ba. Pada hari selasa 28 Nov jam23.30 di Pedak Bumirejo smg husnul khotimah aamiin. Pemakaman akan dilaksanakan pukul 09.00”

Sejenak aku ingat-ingat nama itu. Pesan baru kemudian masuk, sebuah foto sebagai jawaban akan pertanyaan yang sama dari salah satu anggota group lainnya. Oh, aku ingat sekarang. Kami dulu di SMP memanggilnya Pak Hadi. Beliau adalah guru agama Islam sejak kelas I hingga kelas III.


Sudah lama sekali tidak bersilaturahmi dengan beliau, kaget rasanya. Dulu ketika kami masih SMA, rasa kompak masih ada. Setiap lebaran bersama kawan-kawan alumni pasti keliling ke rumah guru-guru kami, termasuk ke rumah beliau. Rumah yang sederhana, sesederhana beliau, tetapi sejuk di dalamnya. Kesejukan akan kasih sayang, keramahtamahan, dan ketauladanan.

Aku forward kabar duka ke beberapa kawan SMP. Mereka juga bertanya, Bapak Hadi yang mana ya Ton? Aku jawab singkat saja, “Ingat nggak siapa yang selalu nyemangati kita buat lomba infaq?” Begitu aku lontarkan kalimat itu, langsung deh dia ingat.

Guru yang satu ini memang unik. Setiap masuk kelas, sebelum memulai pelajar, hal pertama yang dilakukan adalah mengajak kami untuk infaq. Waktu itu kelas kami terdiri dari 5 barik ke belakang,  katakanlah baris A, B, C, D, dan E. Beliau menulis di papan nama masing-masing baris sebagai nama kelompok. Selanjutnya, salah satu siswa di masing-masing kelompok menyambangi anggota kelompoknya untuk mengumpulkan infaq. Biasalah, namanya juga anak-anak SMP dengan uang saku cekak dan biasanya orientasinya buat jajan di kantin belakang sekolah. Alhasil, recehan-recehan yang keluar dari saku kami, 100 perak, atau bagi yang agak lumayan jumlah uang sakunya bisa ngasih 500 perak.

Uang infaq yang terkumpul di masing-masing kelompok di taruh di meja paling depan dan dihitung. Perwakilan kelompok selanjutnya menulis hasil yang terkumpul di papan tulis sesuai kelompoknya. Hal yang menarik pun dimulai. Semua akan melihat hasil pengumpulan masing-masing kelompok. 

Berikutnya yang beliau lakukan adalah mengajak lomba, siapa yang mau menambah jumlah infaqnya. Mirip kayak acara lelang-lelang gitu. Suasana kelas menjadi riuh, ramai, semua bersemangat untuk menambah infaq, tak mau kalah dengan kelompok sebelahnya. Satu persatu jagoan yang uang sakunya berlebih, berani pasang infaq lebih. Pokoknya berusaha menjadi kelompok yang menang. Kadang saking semangatnya, pada lupa kalau uang sakunya habis, dan waktu istirahat sekolah minta traktir teman-temannya. Nah lho !

Selepas selesai lomba di tingkat kelompok, hasil keseluruhan dihitung, berapa totalnya. Nah, berikutnya beliau sampaikan juga dalam minggu ini total infaq dari kelas-kelas lainnya. Kalau jumlah infaq kelas kami masih di bawah yang lain, nego-nego pun dimulai. Ketua kelas biasanya nyasar yang berdompet tebal buat infaq lebih, secara kami waktu itu di kelas ungulan. Ada perasaan untuk bisa memberi lebih banyak, disamping pengin menang juga sih, kelas unggulan gitu lho. Hehe.

Begitulah beliau selalu mengawali pelajar setiap minggunya. Hasil infaq yang terkumpul digunakan untuk mencukupi kebutuhan masjid sekolah, termasuk sebagai dana social membantu kawan-kawan kami yang membutuhkan. Beliau mampu menggugah kami yang pada malas berinfaq menjadi sadar, tertarik dan tertantang. Dan bagiku, apa yang beliau ajarkan tak akan pernah dapat dilupakan, sampai kapanpun dalam mengajarkan ketauladanan. Selamat jalan Pak Guru, semoga Allah memberikan tempat terbaik-Nya bagimu. Kami menjadi saksi atas segala budi baikmu.

Perjalanan Jogja-Semarang, 29 November pagi.



1 komentar: