Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Rabu, 04 Januari 2017

Kisah Fir'aun, Pelajaran Abadi Sepanjang Masa

Sebuah kisah populer hingga Allah SWT menjadikannya sebagai kisah yang paling banyak diceritakan setelah kisah penciptaan makhluk. Lantas apa maksud Allah menceritakan kisah Fir'aun tersebut secara berulang-ulang di dalam Al Qur'an? Tidak lain agar manusia mengambil pelajaran penting dalam kehidupan.

Sifat Fir'aun menggambarkan manusia yg sudah melampaui batas (tagyun), kufur atas nikmat Allah SWT. Lupa darimana asal muasal semua yang ia dapatkan. Dengan semua karunia Allah SWT yg menjadikannya raja Mesir lengkap dengan kekuasaan dan kemewahan menjadikan ia lupa diri, seolah ia lah pemilik semua sumber daya termasuk rakyat di dalam negerinya. Ia pun mendeklarasikan diri sebagai "Tuhan" untuk menguatkan posisinya dalam menindas dan melanggengkan kekuasaannya. 
Akan tetapi, manusia tetaplah manusia, dibekali oleh nafsu dan jiwa. Segala hal yg Fir’aun lakukan sebagai upaya menuruti hawa nafsunya akan membuat jiwanya semakin kosong, tiada kepuasaan di dalamnya. Jiwanya semakin terpenjara, takut apabila kekuasaannya sirna dan tidak lagi mampu menjadi orang yg bisa melakukan apa saja menuruti hawa nafsunya. Kospirasi besar untuk melanggengkan kekuasaannya semakin menjadi-jadi, takkala ia mendengar sebuah ramalan bahwa kekuasaannya akan digulingkan oleh anak laki-laki yg lahir dari Bani Israil. Maka dikumpulkanlah orang-orang yg berada di pihaknya, dibunuhlah semua bayi laki-laki yg baru lahir dari perut wanita Bani Israil. 

Allah SWT menggambarkan bagaimana kebatilan terstruktur dan masif ini dihapuskan sekian tahun kemudian ketika ada bayi laki-laki yang lahir dan tumbuh besar, selamat dari ancaman pembunuhan dan masuk menjadi bagian dari keluarga Fir’aun lewat asuhan isterinya. Skenario Allah lah yang Maha Tahu dan Maha Kuasa bagaimana kekuasaan Fir’aun puluhan tahun bahkan mungkin ratusan tahun dapat ditumbungkan oleh kebenaran. Akan tetapi, apakah Allah dengan serta merta menghilangkan kebatilan tadi dalam waktu singkat dan tanpa proses? Kembali lagi, Allah Maha Besar ingin memberikan pelajaran kepada manusia bahwa kebatilan yg telah terorganisir hanya akan mampu dikalahkan oleh kebenaran/kebaikan yang terorganisir pula.

Allah tidak secara langsung menghempaskan kedzoliman yang ditimbulkan oleh Fir’aun meskipun Ia mampu melakukannya apabila Ia Berkendak, tanpa bantuan siapapun. Allah memberikan pelajaran kepada umat-umat setelahnya bagaimana perjuangan Nabi Musa AS untuk menumbangkan kekuasaan yang dikator dan dzalim. Lantas apa yang dilakukan oleh Nabi Musa AS?
Beliau mengawali dengan proses dari awal bagaimana mengajak (berdakwah) orang-orang terdekatnya untuk bersama-sama dalam satu barisan. Didapatkanlah saudara seperjuangan, Nabi Harun AS yg menguatkannya dalam penyampaian dan ajakan kepada kaumnya? Dan lantas apakah mereka berdua dalam waktu sekejap mampu mempunyai pendukung atau bala tentara yang siap berkorban dalam perjuangan? Tidak sama sekali, ketakutan rakyat Mesir atas Fir’aun dan ancaman siksaannya telah benar-benar membelenggu rakyat untuk tunduk dan patuh, tidak berani berbuat apa-apa. 

Titik balik semuanya adalah ketika Nabi Musa diperintahkan oleh Allah SWT untuk bertemu langsung dengan Fir’aun, menyampaikan risalah kebenaran. Sebagaimana Nabi Musa AS juga seorang manusia, muncul kekhawatiran bahwa ketika beliau menemui Fir’aun secara langsung, maka ia juga akan dibunuh dan dihukum atas apa yang Beliau lakukan dimasa lalu, sebuah "kecelakaan" yang akhirnya menyebabkan seorang kaum Bani Israil tewas. Akan tetapi Allah menguatkan hati, pikiran dan jiwa Nabi Musa AS bahwa sudah saatnya perjuangan kebenaran ini disampaikan secara lebih tegas dan terang-terangan. 

Beliau pada akhirnya menemui Fir’aun secara langsung. Lantas apa yang dilakukan Fir’aun, apakah langsung membunuh Nabi Musa AS? Fir’aun yang licik tidak ingin mengotori tangannya hanya untuk membunuh seorang Nabi Musa sementara ajarannya akan tetap berkembang sesudahnya. Apa yang kemudian ia lakukan adalah memfitnah Nabi Musa AS sebgai seorang penyihir, sama seperti kebanyakan penyihir di Mesir kala itu.

Itulah yang dilakukannya, mendudukan orang yang berjuang dalam kebenaran seperti rendahnya para penyihir yang berjuang demi syetan dan material semata. Maka dengan pongahnya ia sesumbar bahwa bisa mengalahkan "sihir" Nabi Musa AS dengan kara tukang sihir terbaiknya. Layaknya sayembara, para tukang sihirpun bersedia melawan Nabi Musa AS, tetapi mereka meminta imbalan yang besar. Dan inilah tipu daya Fir’aun menjanjikan orang dengan kemewahan dunia agar ia sendiri mampu mempertahankan kekuasaannya.

Allah SWT berkendak lain, atas izinNya, kalahlah tukang sihir Fir’aun dan Allah SWT memberikan hidayah bagi mereka untuk mengikuti Nabi Musa. Mengapa mereka dengan serta merta mau mengikuti Nabi Musa dan tidak mengindahkan ancaman dari Fir’aun? Karena mereka tahu betul bahwa apa yang dimiliki dan dilakukan oleh Musa bukan berasal dari golongan jin dan syetan yang selama ini menjadi "Tuhan" para tukang sihir. Mereka takjub dan terbuka hatinya.

Lantas bagaimana dengan Fir’aun, apakah ia tidak takjub, ya, ia takjub tetapi hawa nafsu, hati dan jiwanya telah tekunci dalam kegelapan. Tidak ada cahaya kebenaran yang mampu ia serap. Hausnya kekuasaan dan keberlimpahan telah membuatnya semakin jauh untuk menuju kebenaran yang sesungguhnya. Ibarat ungkapan, sudah telanjur basah! Ia pun semakn terpojok dan merasa kekuasaannya akan hilang, terlebih rakyat Bani Israil yang selama ini menjadi budaknya akan dibawa pergi oleh Nabi Musa AS. Berbagai usahapun dilakukan, tetapi kemudian tidak ada satupun yang berhasil, justru ia mati, tetap dalam kondisi kebatilan dan usahanya untuk mengingkari kebenaran yang sebenarnya telah ia ketahui sebelumnya. 

Kisah Fir’aun tidak hanya menajdi  sebuah cerita berulang belaka, tetapi kisahnya akan selalu abadi dan memberikan pelajaran bagi ktia semua agar tidak terulang pada zaman ini. 

Sumber: Al Qur'an, Surat Ash-Shu'araa' 10-68. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar