Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Selasa, 15 September 2009

Masih Efektifkah Kelestarian Hutan Dibangun Melalui Gerhan ?

I.Pendahuluan
Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) jangka 2003-2007 telah selesai dilaksanakan. Program ini hasil cetusan pemerintah dalam upaya mengurangi laju deforestrasi yang semakin hari semakin tidak dapat dikendalikan. Rencana awal tahun 2003, Badan Planologi Departemen Kehutanan menyatakan bahwa terdapat 100,7 juta Ha yang perlu direhabilitasi, jumlah lahan kritis didalam kawasan hutan 59,2 juta Ha dan di luar kawasan hutan 41,5 juta Ha (Dephut, 2006). Sekarang tingkat kerusakan hutan per tahunnya 3,8 juta Ha sedangkan dalam kurun waktu pelaksanaan Gerhan mulai tahun 2003-2007 baru tercapai 3 juta hektar. Hal ini berarti baru sekitar 15% usaha untuk memperbaiki hutan Indonesia dibandingkan tingkat kerusakannya tiap tahun. Kerusakan hutan telah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kehidupan manusia, flora dan fauna. Kekeringan yang melanda setiap musim kemarau atau banjir bandang yang menghantui ketika musim hujan tiba.
Gerhan diharapkan menjadi suatu gerakan nasional yang membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memperbaiki kekayaan hutan Indonesia yang nantinya akan kita wariskan kepada anak cucu. Gerhan sebagai bagian dari usaha reboisasi. Istilah reboisasi pada dasarnya mempunyai makna rehabilitasi (rehabilitation) yang mempunyai pengertian luas untuk setiap upaya mengembalikan elemen-elemen struktur dan fungsi suatu ekologi yang rusak, walaupun tanpa harus selengkap elemen struktur atau fungsi ekosistem aslinya (Bradshaw,1997). Pada dasarnya rehabilitasi hutan atau istilah program pemerintah Gerhan bertujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan khususnya kehutanan yang semakin terpuruk. Sudah jelas tertulis dalam pedoman penyelenggaraan GNRHL No.18/Kep/MENKO/KESRA/X/2003 dimana tujuan GNRHL adalah untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.

II.Pelaksanaan
Selama kurun 2003-2007 program Gerhan telah cukup memberikan gambaran kepada masyarakat akan usaha pemerintah dalam mengurangi kerusakan lingkungan.
Tabel. Rincian sasaran lokasi Gerhan 2003-2006
Uraian Pelaksanaan Gerhan (Ha)
2003 2004 2005 2006
Status Kawasan
a. Hutan Negara 163.382 217.532 272.220 25.575
b. Hutan Rakyat 136.618 277.392 290.890 31.785
c. Mangrove - 5.075 36.890 2.640
TOTAL 300.000 500.000 600.000 60.000
Lokasi Kegiatan
a. DAS prioritas 29 141 184 184
b. Propinsi 15 31 33 33
c. Kabupaten/Kota 145 372 420 401
Sumber: Presentasi Dirjen RLPS dalam Rapat Gerhan 14 Agustus 2007 di Departemen Kehutan Jakarta.
Tabel di atas memperlihatkan dari segi target memang bisa dikatakan sudah cukup terpenuhi. Bahkan di tahun 2007 luas lahan yang telah direhabilitasi seluas 2.397.000 Ha (79%) (Dephut, 2007). Hasil tersebut kiranya mampu membuat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat bangga atas kerja kerasnya walaupun untuk membangun hutan yang lestari masih jauh dari kenyataan.

III.Problematika
Target Gerhan bisa dikatakan menuai keberhasilan, tetapi masih ada beberapa catatan yang segera perlu diperbaiki jika ingin Gerhan tetap efektif untuk diterapkan di masa mendatang. Ada dua hal pokok yang menjadi problematika dalam Gerhan periode 2003-2007.
1. Sasaran Lokasi Gerhan
Sesuai dengan UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang termuat dalam pasal 40-45, yaitu upaya rehabilitasi hutan dan lahan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyengga kehidupan. Dan rehabilitasi dilaksanakan disemua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Usaha rehabilitasi berarti memperbaiki hutan yang sudah terdegradasi atau rusak kemudian mengubahnya menjadi hutan yang kembali lestari. Akan tetapi, harapan itu tidak dalam praktiknya belum sepenuhnya dilaksanakan. Misalnya, penanaman Gerhan dilaksanakan di hutan atau lahan yang benar-benar dalam kondisi kritis bukan hutan yang masih produktif. Kenyataan di lapangan muncu dimana kawasan hutan seluas 700 hektar di Nusa Tenggara Timur dibakar untuk proyek Gerhan. Hutan yang belum masuk dalam kondisi lahan kritis setelah dibakar rencananya akan ditanami tanaman-tanaman yang lebih ekonomis. Tanaman bambu, kayu putih, kesambi dan tanaman lainnya hangus terbakar. Bukan hanya tanaman yang rusak, tetapi juga fauna yang hidup di sana akan terganggu. Rencananya lahan tersebut akan ditanami pohon meranti, kemiri, mahoni, kayu merah, mangga, jeruk dan kayu cendana (Kompas, 2008). Itu merupakan suatu bukti bahwa proses Gerhan belum mampu diemplementasikan di areal yang benar. Lahan kritis di Indonesia masih banyak sekali mengapa harus mengorbankan lahan hutan yang masih produktif. Inilah yang terjadi apabila Gerhan dimaknai sebagai sebuah proyek dimana target ekonomi menjadi prioritas utama.
2. Pelaksana
Gerhan dilakasanakan dengan kelembagaan di tingkat pusat dan tingkat daerah. Keputusan Bersama Menko Kesra, Menkon Ekuin dan Menko Polkam No: 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003,No:Kep.16/M.Ekon/03/2003,No:Kep.08/Menko/Polkam/III/2003, tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN). Pelaksanaan Gerhan sudah sepatutnya dipahami sebagai sebuah gerakan sosial nasional bukan sebagai tender proyek. Lebih jauh Gerhan diharapkan mampu menggerakkan masyarakat untuk ikut peduli terhadap kondisi lingkungannya. Untuk itu, mulai dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat perlu dibangun sebuah kerja strategis secara bersama-sama karena program ini tidak akan sukses tanpa kerjasama antara semua pihak. Pemerintah pusat sebagai pengambil kebijakan harusnya lebih mendengar suara rakyat yang ada di bawahnya. Seperti apa tanggapan masyarakat atas Gerhan, apakah masyarakat memberikan dukungan penuh? Dan konsep Gerhan macam apa yang harus dilaksanakan di daerah tersebut memepertimbangkan kondisi alam, sosial dan budaya msyarakat setempat. Kebijkan pemerintah yang bersifat top-down terlalu general untuk semua wilayah di Indonesia sehingga kurang mampu menyentuh secara tepat daerah-daerah yang mempunyai local spesific. Peran Departemen Kehutanan melalui kelompok kerja yang telah dibentuk mempunyai tugas untuk perencanaan dan pembibitan, pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan, serta sebagai koordinator dalam pelaksanaan Gerhan. Sedangkan pemerintah daerah dan masyarakat bertugas melaksanakan penamanan bibit dan pemeliharaan serta melaksanakan sosiaslisasi (Darori, 2006). Uraian di atas telah menggambarkan secara gamblang akan tugas masing-masing aktor dalam Gerhan. Akan tetapi, kembali lagi pada praktiknya masih rawan berbagai penyimpangan. Kurangnya kesepahaman awal tentang Gerhan antara pemerintah pusat dan daerah menjadikan titik awal munculnya permasalahan tersebut. Didukung lagi dengan rendahnya komitmen bersama untuk menjadikan Gerhan tidak hanya komoditi parsial untuk kepentingan lokal maupun pusat melainkan bentuk sikap kita terhadap eksternalitas terhadap hutan yang tinggi. Koordinasi antara ketiga pihak tersebut juga sering mengalami kebuntuhan sehingga arus informasi dan laporan kurang berjalan dengan lancar. Tenaga teknis dari pemerintah yang benar-benar terjun kelapangan hanyalah sedikit. Ini sangat tidak baik karena tidak ada transfer informasi secara benar oleh pihak yang memahami Gerhan kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat yang menaman di lapangan kurang begitu mengerti apa sebenarnya Gerhan dan bagaimana proses mewujudkannya. Selanjutnya, penyediaan bibit juga sering menjadi masalah. Sering terjadi keterlambatan pengiriman dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Ketidak sesuaian tata waktu penganggaran dan musim tanam menjadikan kendala berikutnya terhadap proses pembuatan tanaman di lapangan. Masyarakat hanya mengandalkan keuangan dari pussat sehingga apabila anggaran belum turun maka Gerhan akan terhenti. Setelah kebijakan dikeluarkan, tampaknya usaha pemerintah untuk mengawasi jalannya Gerhan belum sepenuhnya berhasil. Banyak penyimpangan di lapangan merupakan bukti Gerhan belum dilaksanakan sesuai instruksi pemerintah. Kondisi ini memicu lemahnya kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara moral dalam menjadikan Gerhan sebagai bagian penting dari usahnaya menjaga lingkungannya. Lemahnya pengawasan juga merupakan salah satu hal yang perlu diperbaiki. Pemerintah daerah tidak sepenuhnya serius dalam mengawasi kegitan Gerhan sehingga di lapangan muncul banyak penyimpangan.

IV.Penutup
Gerhan dapat dikatakan sudah sukses dalam upaya pelaksanaan targetnya. Kebijakan untuk memperpanjang Gerhan menjadi program jangka panjang tampaknya cukup sesuai, tetapi perlu penyelesaian segera hal-hal berkaitan erat dengan pelaksanaannya agar tidak menjadi kendala yang menghambat. Perlu perapihan dalam sasaran lokasi dan pelaksana Gerhan. Lokasi Gerhan adalah lokasi yang benar-benar masuk dalam kategori lahan kritis bukan lahan yang masih produktif. Selain itu, perlu upaya dalam membangun proses komunikasi yang efektif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat agar tidak muncul salah pemaknaan terhadap konsep Gerhan. Faktor pembiayaan dan juga pengawasan harusnya juga lebih ditingkatkan dengan didukung banyaknya tenaga teknis handal yang turun ke lapangan. Bila semuanya itu mampu diramu dengan baik pastilah impian untuk mewujudkan kehutanan Indonesia yang lestari (sustain) pasti akan terwujud.


V.Daftar Pustaka
Sumardi. 2006. Pengayaan Material Orientasi Program Gerhan Menuju Pengelolaan Ekosistem Sumber Daya Hutan. Universitas Gadjah Mada.
Hardjanto, Nurrohmat dan Dudung. 2006. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sebagai Pendukung Keberhasilan Program Gerhan. Darmaga-Bogor.
Darori. 2006. Potret Program Gerhan ”Gagasan, Capaian, dan Kebutuhan Re-Orientasi Program”. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Suswono. 2006. Tinjauan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan: Komitmen Politis Penanggulangan Kerusakan Hutan. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Suharto. 2006. Idealitas Pelaksanaan dan Pengembangan Program Gerhan Standar Otonomi Daerah. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Usman, Sunyoto. Makna dan Sistem Pendukung Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Awang, San Afri. Pembentukan Unit Manajemen Kawasan Kelola Rehabilitasi Hutan dan Sistem Pendukungnya (Implementasi Program Gerhan di Indonesia). Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Suparno. 2006. Perencanaan Lokasi, Tata Organisasi Pelaksanaan Pengawasan Program Gerhan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar