Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Selasa, 15 September 2009

Saatnya Pemuda Memimpin Bangsa

Masalah kronis bangsa
Enam puluh tiga tahun bangsa Indonesia telah merdeka. Diusia yang bisa dikatakan dewasa untuk suatu negara, harusnya sudah cukup banyak pengalaman berharga baik semasa kolonialisme masih berkuasa hingga masa reformasi sekarang ini. Bangsa kita tampaknya belum mampu keluar dari jaring-jaring penjajahan meski kini secara yuridis telah merdeka. Negeri yang memiliki lebih dari tujuh belas ribu pulau masih menyimpan segudang permasalahan yang hingga kini belum mampu terselesaikan. Lima permasalahan utama yang harus segera diselesaikan oleh bangsa ini yaitu (Crisnandhi,2008): Pertama, kemiskinan yang semakin meluas. Tahun 2008 sebanyak 37,7 juta rakyat Indonesia miskin. Balita menderita busung lapar tahun 2007 sejumlah 22 juta dan anak kelaparan 13 juta (WFP,2007). Kedua, keterpurukan pendidikan Indonesia. Tahun 2007 jumlah anak tidak bisa sekolah 11,7 juta dan awal tahun 2008 meningkat menjadi 12 juta anak. Ketiga, hukum yang dijualbelikan. Sudah banyak kasus-kasus besar menggantung di tengah jalan. Kasus korupsi mantan Presiden Soeharto seolah telah menghilang seiring kepergian jenazahnya menuju alam barzah. Keempat, kasus korupsi yang semakin mengakar. Layaknya penyakit akut yang sangat susah disembuhkan, hingga dokter telah memvonis umur pasiennya hanya tinggal menghitung hari. Isu terbaru seputar pengakuan Agus Condro mengenai skandal besar pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada 2004 ternyata bergelimang “amplop”. Kalau para pejabat tinggi negara berperilaku semacam itu, lantas bagaimana dengan urusan rakyat. Kelima, aset-aset strategis negara dikuasai asing. Sektor tambang dan perminyakan layaknya kelapa yang diperas habis santannya hingga tinggal menyisakan ampas yang tiada berguna. Kelima itulah agenda yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan. Perlu keseriusan dari pemerintah untuk mengakhiri serentetan permasalahan yang terasa begitu mendarah daging.



Mencari pemimpin bangsa

Diperlukanlah sosok pemimpin yang mampu membawa bangsa untuk berdiri tegak tanpa ketergantungan terhadap bangsa lainnya. Disinilah kepemimpinan akan diuji dengan nilai taruhan yang besar, yakni masa depan bangsa. Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang (Rachman,2008). Sayang, negeri kita dipenuhi oleh para penguasa, bukan sosok pemimpin. Penguasa yang bertarung habis-habisan untuk melanggengkan kekuasaannya. Inilah yang kemudian yang berkembang menjadi sebuah krisis kepemimpinan. Kepemimpinan yang ada tidak mampu memberikan kesan baik di mata rakyat sehingga rasa pesimislah yang muncul dalam benak mereka setiap mendengar kebijakan baru pemerintah . Para pemimpin yang ada kurang bisa menjawab setiap keraguan rakyat. Janji yang dahulu diucapkan saat meriahnya pentas kampanye seolah menjadi tumpukan materi orasi di laci meja terbawah. Kekecewaan semakin menghinggapi takkala banyak hak rakyat yang semakin terabaikan. Figur pemimpin yang saat ini memegang pemerintahan tampaknya belum bisa melepaskan diri dari bayang-bayang orde lama dan orde baru. Tampuk kepemimpinan masih didominasi orang itu-itu saja. Perlu ada perombakan yang signifikan mengingat negara ini adalah negara demokrasi.

Kepemimpinan muda
Kejutan luar biasa muncul saat pemilihan gubernur Jawa Barat beberapa waktu lalu. Secara mengejutkan pasangan HADE (H. Ahmad Heryawan - H. Dede Yusuf) menjadi pemenang Pilkada. Apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan HADE yang didukung PKS dan PAN mengungguli calon dari partai besar Golkar dan PDI-P. Setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi kemenangan tersebut (Radar Banten, 2008). Pertama, sebagian masyarakat di Indonesia memiliki tekad kuat untuk mampu melakukan perubahan dan perbaikan sistem pemerintahan melalui program alih kepemimpinan pada sosok the young leader. Harpan tertuju pada sosok pemimpin muda yang bebas dari pengaruh orde lama maupun orde baru. Kedua, telah berkembangnya faktor kejenuhan masyarakat terhadap budaya kepemimpinan yang cenderung bersifat tidak realistis. Pasangan HADE mampu memberikan tawaran program yang lebih realistis sehingga masyarakat percaya kedepannya akan ada perbaikan pemerintahan menuju kesejahteraan masyarakat. Dan, ketiga, masyarakat lebih menginginkan pemimpin yang mampu menjdi figurehead daerah yang direpresentasikan melalui ketokohan yang dapat diterima secara nasional. Keadaan ini tentu telah dinilai track record pada figur calon yang nyaris tidak memiliki cela sepanjang karir keprofesionalannya. Penilaian ini diyakini sebagai salah-satu bagian dalam mengangkat derajat kepercayaan publik di Indonesia untuk mempromosikan daerahnya melalui peranan figurehead.
Fenomena di Jawa Barat memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa rakyat bangsa ini menaruh harapan besar akan munculnya sosok pemimpin transformasional. Pemimpin yang benar-benar dapat memahami akan tugas dan tanggungjawabnya yang lebih besar daripada hanya sekedar memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaannya. Kemenangan HADE memunculkan sosok pemuda yang rindu akan perubahan membongkar stagnasi kepemimpinan. Pemuda dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti orang muda laki-laki, remaja, teruna dan diyakini akan menjadi pemimpin bangsa. Berangkat dari pengertian tersebut pemuda memiliki kesempatan yang besar kelak akan menjadi pengganti dari generasi sebelumnya dan itu terbukti salah satunya di Pilkada Jawa Barat. Perlu adanya perubahan paradigma dimana saat ini pemuda hanya dicap sebagai morale force. Akan tetapi, dengan kondisi sekarang sistem demokrasi yang dibuka lebar memungkinkan pemuda untuk berkiprah lebih jauh terutama dalam kepemimpinan nasional. Pemuda memiliki sifat unggul. Idealisme yang kuat untuk melakukan sebuah perubahan dan kekonsistenannya dalam menjaga cita-citanya tersebut. Pikirannya yang dinamis selalu menjadi senjata ampuh untuk mematahkan stagnasi yang menghinggapai layaknya penyakit akut di tubuh pemerintahan. Barangkali hal mendasar dari terpuruknya bangsa ini adalah para pemimpinnya tidak mempunyai karakter yang kuat. Kalau masalah ilmu, keterampilan ataupun pengalaman sudah bukan menjadi permasalahan. Hasil survey CRM membuktikan bahwa 70-80% kegagalan pemimpin dalam menjalankan tampuk kepemimpinannya dikarenakan lemahnya karakter pemimpin itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan sosok pemimpin yang teguh dalam karakternya. Dalam hal ini sosok pemuda yang selalu memegang idealismenya akan membawa peluang besar untuk sebuah kemajuan. Selain berkarakter bangsa ini juga membutuhkan sosok pemimpin muda yang visioner. Pemimpin yang akan tetap tinggal dalam visi mereka walaupun tekanan dan kondisi rumit lainnya mereka hadapi. Secara ringkas menurut Aribowo Prijosaksono ada tiga aspek keunggulan kepemimpinan muda yang terangkum dalam 3C, yakni : (1) Perubahan karakter dari dalam diri (character change); (2) Visi yang jelas (clear vision); dan (3) Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Penting kiranya menengok apa yang dilakukan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Dr. H. Adhyaksa Dault, SH, M.Si dalam upaya “Rekonstruksi Posisi Pemuda”. Sejak awal kepemimpinannya berusaha untuk menggeser paradigma tentang pemuda yakni memposisikan pemuda sebagai kategori sosial (social category). Pergeseran paradigma tersebut dapat dimaknai dalam tiga perspektif, yakni: Pertama, perspektif filosofis. Sebagaimana manusia lainnya yang tidak dapat hidup sendirian di muka bumi, maka pemuda juga harus mempunyai peran sebagai makhluk sosial (homo socious). Perannnya akan mendorong untuk pemuda untuk terjun kesagala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Disinilah titik dimana pemuda akan mempunyai peran yang ekstensial di segala dimensinya untuk memperankan dirinya sebagai makhluk sosial. Kedua, perspektif historis. Setelah runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 seolah sebuah kemenangan dari para pemuda yang gigih berjuang untuk memperbaiki negeri ini. Pemuda, khususnya mahasiswa saat itu memiliki sebuah masa-masa kejayaan. Pemuda yang awalnya hanya menjadi sebuah komoditas politik akhirnya menjadi komoditas sosial. Pemuda menjadi bagian yang sangat diperhitungkan oleh para elite pemimpin sejak gerakan reformasi diluncurkan. Pemuda tampak bersemangat untuk menuntuk negeri ini maju dan jaya, sementara mereka tidak berharap keuntungan dari segi materi. Pengalaman reformasi akan membekas sebagai suatu peristiwa sejarah kita dan posisi pemuda akhirnya benar-benar menjadi aset strategis bangsa. Ketiga, perspektif kompetisi. Pemuda memiliki semangat tinggi untuk selalu menjadi yang terbaik. Kondisi ini akan memacu pribadi pemuda untuk selalu bersaing. Tipe persaingan positif akan melahirkan suatu kompetisi yang sehat menuju kemaslahatan bagi bangsa dan negara.
Pertumbuhan karakter bangsa akan tercapai dengan perubahan paradigma pemuda sebagai social category. Paradigma baru ini akan memposisikan pemuda untuk dapat terjun dalam jalur perpolitikan. Dunia politik yang harapannya bukan untuk mencari kekuasaan, tetapi lebih jauh untuk mengabdikan diri sebagai salah satu kontribusi pemuda bagi bangsanya. Kontribusi yang sesungguhnya dengan melupakan pengalaman silam. Dahulu, tahun 1966 begitu besar peran mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak rakyat yang dirampas, tetapi semangat perjuangan itu tidak berlangsung lama. Terlenanya pemuda kala itu untuk masuk ke wilayah kekuasaan yang sebelumnya mereka protes habis-habisan, seolah menggambarkan taring dari perjuangan pemuda kandas di tengah jalan. Kini, sumber daya pemuda di negeri ini sangat berlimpah. Sejumlah 40% atau 80 juta dari total penduduk Indonesia 200 juta adalah pemuda. Bukankah ini peluang yang sangat besar untuk menjadikan kembali pemuda sebagai tulang punggung sebuah bangsa. Bila merefleksikan dengan perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, bukankan pemuda yang sangat bersemangat untuk mendesak Bung Karno segera memproklamirkan terbentuknya negara Indonesia sesaat mendapat kabar kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Upaya pemuda tidak main-main, mereka berani menculik Bung Karno ke Rengas Dengklok demi satu tujuan, membebaskan Indonesia dari penjajahan. Teringat juga bagaimana sosok Soekarno yang begitu semangatnya. Saat masih kuliah di Semester I ITB, beliau dipanggil oleh Rektor ITB Van Touver untuk berhenti mengikuti organisasi-organisasi mahasiswa. Soekarno muda dibujuk agar fokus belajar dan mendapatkan nilai yang tinggi kelak begitu lulus ditawarkan peluang untuk bekerja kepada Rektor tersebut. Akan tetapi, apa kata Soekarno muda. Tawaran semanis madu itu langsung ditolaknya, dan dengan semangat tinggi justru kiprahnya di organisasi semakin berkembang dan meningkat. Terbukti pada saat usia 20 tahun sudah mampu mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia).

Peluang pemuda di Pilpres 2009
Hajatan besar lima tahunan akan segera hadir di depan kita. Partai-partai yang telah terdaftar sebagai peserta Pemilu sudah mulai pasang kuda-kuda dan mengencangkan ikatan. Isu kepemimpinan muda tampaknya mulai menghiasi persiapan pesta demokrasi 2009. Tanggal 31 Oktober 2007 lalu dideklerasikan Komite Bangkit Indonesia. Acara yang digagas oleh mantan Menkeu Rizal Ramli dihadiri oleh 250 peserta. Tokoh-tokoh yang hadir antara lain adalah Amien Rais, Akbar Tandjung, Try Sutrisno, Taufiq Kiemas, Pramono Anung, Khofifah Indar Parawansa, Wiranto, mantan Mensesneg Moerdiono, Syafii Maarif, Addie Massardi, Anhar Gonggong, HS Dillon, Franky Sahilatua, dan Sabam Sirait. Kelahiran Komite Bangkit Indonesia didasari tekad untuk menuju suatu perubahan demi kemakmuran bangsa. Perubahan yang diusung adalah perubahan yang anto neokolonialisme, liberalisme, dan feodalisme. Mungkinkah kebangkitan yang dimaksud adalah bangkitnya negeri ini di tangan pemimpin muda? Beragam komentar muncul dari tokoh-tokoh nasional menyikapi hal tersebut. Amien Rais misalnya. Amien kurang sependapat dengan dikotomi usia tua dan muda dalam kepemimpinan nasional. Menurutnya, idealnya pemimpin nanti berusia 40 tahun. Jangan terlalu tua, dan jangan terlalu muda. Selain itu Amien tidak sependapat apabila kaum muda merengek dan cengeng meminta kepemimpinan nasional dari kaum tua karena itu bukan gaya pemuda, tetapi gaya remaja. Komentar lain juga muncul dari anggota Dewan Pewakilan Daerah Sarwono Kusumaatmadja. "Terlalu sesederhana (kepemimpinan) disederhanakan dengan tua-muda” (VHR News, 2008). Tidak ketinggalan Pengamat politik dari Universitas Paramadina Mulya Jakarta Ihsan Ali-Fauzi yang mengatakan, tidak ada hubungan langsung pemimpin muda akan memimpin dengan baik. Dia contoh Soekarno yang menjadi presiden pada usia 40-an tahun tidak bisa dijadikan acuan. Sebab, Soekarno sudah memimpin sejak usia 20-an dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia. "Itu menunjukkan betapa relatifnya umur." Ihsan mengingatkan masyarakat harus dididik bahwa isu pemimpin muda bukan solusi mutlak. Apalagi pemimpin muda harus menghadapi karakter pemilih Indonesia yang cenderung menginginkan penyelesaian instan. Misalnya, pemilih dari kalangan petani yang meminta traktor sebagai syarat dukungan. "Negosiasi langsung itu buruk untuk jangka panjang demokrasi.” (VHR News, 2008). Tampaknya memang cukup kecil peluang kaum muda akan menjadi Presiden tahun 2009. Tokoh-tokoh nasional kita belum bisa seperti Al Gore yang dengan lapang dada menyambut tokoh muda baru, Obama. Bukankah “Amerika baru memerlukan pemimpin baru”. Obama yang baru berusia 41 tahun begitu dihargai karena tingkat kesadaran masyarakat Amerika akan munculnya sebuah perubahan dengan kepemimpinan pemuda. Apakah “Indonesia jaya membutuhkan pemimpin muda?” Mengingat parpol besar, seperti PDI-P, Partai Golkar dan Partai Demokrat, sudah mapan dengan presiden kaum tua, parpol menengah, seperti PKS, PAN, PKB, dan PPP, dapat melakukan terobosan politik dengan memilih pola progresif dan mencalonkan presiden 2009 dari kaum muda (Fadjroel, 2008). Kondisi semacam ini kita kembalikan lagi kepada para pemuda. Sejarah mencatat kaum muda berhasil menumbangkan rezim Soeharto-Orde Baru yang ditopang kaum tua. Perlu suatu usaha dengan bekerja keras dan bekerja cerdas untuk membuktikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa pemuda sudah saatnya memimpin bangsa. Hasil yang akan dipetik, yakinlah harapan itu masih ada bagi kita kaum muda untuk membawa perubahan bangsa dan menjadikan Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat.

Daftar Pustaka
http://IndonesiaOntime.com.
http://VHRNews.com
http://Leadership-Park.com
http://radarbanten.com
http://suaramerdeka.com
http://.indonesia.go.id
http://berpolitik.com
http://Luwimultiply.com
http://googe.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar