Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Selasa, 15 September 2009

Sudahkah Dunia Pendidikan Indonesia Merdeka?

Merdeka! Teriakan menggema seantero negeri enam puluh tiga tahun yang lalu menyambut kebebasan dari penindasan penjajah. Indonesia memasuki babak baru umtuk menatap masa depan. Tujuh ribu pulau yang tersebar diikat erat dalam satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air. Mulailah negeri ini menata diri. Menjadikannya memiliki pemimpin, rakyat dan wilayah. Melewati masa-masa sulit untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat penuh. Berdaulat untuk mewujudkan tujuan mulia berdirinya negara sesuai isi pembukaan UUD 1945, yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. The founding fathers kala itu menyadari rakyat negeri ini harus berpendidikan. Melalui pendidikan Indonesia akan terbebas dari segala bentuk kebodohan. Penyakit kebodohanlah yang membuat Belanda begitu nyaman selama 350 tahun mengangkangi Indonesia.
Dunia Pendidikan Indonesia mulai menggeliat dengan dimotori kaum muda yang telah menempuh pendidikan baik di dalam negeri atau di Belanda. Didirikanlah sekolah-sekolah membangun peradaban baru tanah air ini. Kita mengengal SR (Sekolah Rakyat) yang setara SD saat ini, merupakan bentuk langkah awal. Kemudian dilanjutkan hingga kita memiliki perguruan tinggi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bogor dan Yogyakarta. Semakin lama lembaga pendidikan semakin bertambah, baik diatas namakan sekolah negeri maupun swasta. Di Yogyakarta misalnya, kota yang dikenal sebagai Kota Pelajar memiliki lebih dari 100 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Fenomena itu menggambarkan betapa tinggi antusias baik dari para pelajar maupun instansi yang mendirikan lembaga pendidikan tersebut. Akan tetapi, satu hal yang disayangkan. Pendidikan Indonesia telah menjadi ladang bisnis saat ini. Biaya sekolah mahal, tidak heran hanya orang berkantong tebal yang mampu menikmatinua. Lantas bagaimana nasib rakyat kecil? Mereka harus terseok-seok untuk membayar biaya sekolah. Hanya untuk mensekolahkan di salah satu Taman Kanak-Kanak di Yogyakarta orang tua harus membayar Rp 200.000/bulan. Nilai nominal yang cukup besar, sepertiga dari UMR Yogyakarta. Biaya melangit membuat masyarakat memilih untuk tidak mensekolahkan anakya. Alhasil, kita melihat banyak anak-anak kecil usia dini telah mengamen di perempatan hanya untuk sekedar menyambung hidup. Lebih dari 15 juta dari 228,2 juta penduduk Indonesia masih buta huruf. Kemudian 50% bangunan SD/MI mengalami kerusakan. Serta masih ada 500 ribu guru honorer yang berpenghasilan di bawah UMR. Semua fakta tersebut seharusnya dikembalikan pada amanat yang tertulis di Pembukaan UUD 1945. Sudahkan pemerintah kita serius mengembangkan pendidikan? Sementara alokasi dana untuk pendidikan senilai 20% dari APBN sesuai pasal 31 UUD 1945 hingga tahun 2008 masih diabaikan. Anggaran pendidikan tahun 2007 11,8% dan tahun 2008 12% dari APBN. Kini, angin segar berhembus karena tahun 2009 pemerintah mematok 20% APBN untuk pendidikan. Hal ini tentu disambut suka cita oleh para guru yang entah sudah berapa puluh kali menggelar aksi turun jalan untuk memperjuangkan nasib mereka. Rencananya, para guru honorer akan dijamin gaji terendahnya senilai 2 juta. Tidak hanya guru, para orang tua juga berharap biaya tersebut dapat menjadikan biaya sekolah murah dan berkwalitas
Akan tetapi, pertanyaan besar muncul.apakah anggaran pendidikan 20% akan menjadi solusi dari pendidikan Indonesia saat ini. Sebagian pihak merasa pesimis pendidikan Indonesia akan bangkit dari keterpurukan. Bagaimana tidak, apabila pola pengelolaan dana tidak profesional ditambah lagi virus korupsi yang menjangkiti. Akan digunakan untuk apa dana itu? Berapa porsi untuk perbaikan infrastruktur, kesejahteraan guru, dan biaya lainnya. Kembali lagi itu bermula dari keseriusan pengelolaan anggaran tersebut. Walaupun kondisi semacam itu, kita masih memiliki harapan besar pendidikan Indonesia akan mengalami perbaikan. Kita ingin melihat Indonesia membusungkan dada, tidak lagi malu menatap dunia dengan peringat 110 dari 117 negara di dunia dalam urusan pendidikannya. Kita ingin melihat kemerdekaan saat ini tidak hanya kemerdekaan secara yuridis, tapi kemerdekaan secara menyeluruh, termasuk kemerdekaan dunia pendidikan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar