Salam BUMI, Pasti LESTARI

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?
(Asy Syu'araa' :7)

Selasa, 15 September 2009

Tragis, Harimau Sumatera Dikuliti di Kandang Sendiri

Peristiwa tragis kembali terjadi pada salah satu hewan langka di Indonesia. Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae) betina dibunuh. Spesies langka ini hanya tersisa 500 ekor di Indonesia. Dan tragisnya lagi, harimau ini dibunuh tidak di hutan melainkan di kebun binatang. Lebih tepatnya di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi. Tempat yang seyogyanya menjadi lokasi perlindungan baginya kini sudah tidak aman lagi. Harimau betina berumur 25 tahun itu pada Sabtu malam (22 Agustus 2009) disatroni para manusia tidak bertanggungjawab. Di lokasi kejadian hanya tersisa isi perut, bercak darah dan beberapa bagian daging yang tidak sempat dibawa oleh pencuri. Begitu keji sekaligus nekat tindakan yang dilakukan dimana harimau yang terkenal buas kini kalah buas oleh kerakusan manusia demi segepok rupiah. Bagian yang menjadi incaran dari Harimau Sumetera adalah kulitnya yang langka. Di pasar gelap internasional, satu kulit harimau dapat laku 6-7 juta rupiah. Tentunya ini membuat manusia yang tidak bertanggungjawab sangat tergiur untuk mendapatkannya.
Kejadian ini membuat kita semua naik pitam, dimana Harimau Sumatera dikuliti di kandangnya sendiri. Sungguh mengherankan. Banyak pihak mulai dari pengelola kebun binatang, Balai PHKA dan juga kepolisian yang mulai saling tuding akan tragedi tersebut. Hingga sekarang tidak ada satupun pihak yang merasa bertanggungjawab atas hal tersebut. Ada hal yang sekiranya dapat kita cermati dari kejadian tersebut. Apakah kejadian tersebut dilakukan oleh orang yang profesional karena dapat membunuh sekaligus menguliti dalam waktu singkat dan tanpa merusak pagar kandang ataukah sebenarnya ada pihak dalam (pengelola kebun binatang) yang terlibat dalam tindakan kebutralan tersebut?
Pengelola kebun binatang adalah pihak yang paling lantang meneriakkan kalau kejadian tersebut dilakukan oleh pencuri yang profesional. Alasan yang dikemukakan karena tidak ada satupun petugas yang melihat kejadian tersebut dan tidak ada satupun bagian dari kandang kebun binatang yang mengalami kerusakan. Sikap pengelola kebun binatang hingga kini juga belum menunjukkan rasa bersalah akan kejadian tersebut. Justru kemungkinan kedua yang lebih dominan muncul ke permukaan. Seolah ada orang dalam yang bersekongkol untuk melakukan kebutralan tersebut. Bagaimana tidak, kebun binatang yang seharusnya mempunyai standar pengamanan khusus untuk satwa langka bisa kecolongan tanpa ada satupun petugas yang mengetahuinya. Bukan hanya sekedar membius dan membawanya keluar dari kandang, tetapi para pencuri juga sempat menguliti binatang yang terkenal akan kebuasannya. Seprofesional apapun para pencuri tersebut tentunya tidak mudah untuk menguliti harimau dimalam hari. Perlu waktu yang cukup dan peralatan yang memadai untuk melaksanakan semua proses tersebut. Apalagi dalam kebun binatang biasanya memiliki penjagaan dan tidak mudah untuk keluar masuk lokasi tersebut. Bila benar ini ada sangkut pahutnya dengan pihak dalam tentunya sangat memprihatinkan. Akan sangat sulit untuk menemukan tempat yang benar-benar aman bagi satwa langka. Semoga ini bisa menjadi sebuah cambukan keras bagi para pihak yang bertanggungjawab terkait kejadian tersebut. Perlu segera dicari sebuah solusi bersama untuk melindungi satwa langka di Indonesia. Sebuah pemecahan atas permasalahan yang kian lama kina menjadi permasalahan akut negeri ini. Perlu ada pembenahan sistem pengelolaan kebun binatang. Kebun-kebun binatang yang terpercayalah yang berhak untuk merawat satwa-satwa langka yang hampir punah. Kebun binatang ini tentunya memiliki standarisasi yang ketat dan telah mendapatkan sertifikat layak dari pemerintah. Selain itu, ada hal penting lainnya, yakni pembenahan tenaga pengelola kebun binatang. Selam ini yang terjadi para pengeloa kebun binatan. Pengelola kebun binatang kurang mendapakan kesejahteraan dan perhatian yang cukup dari pihak terkait sehingga besar kemungkinan akan muncul tindakan-tindakan kotor untuk menambah tebal kantongnya. Dan terakhir, dari sistem perekrutan tenaga di kebun binatang tentunya harus melewati prosedur yang jelas. Sehingga didapatkan tenaga kerja yang memang bisa diandalkan dan dapt dipercaya. Perhatian serius haruslah dilakukan oleh pemerintah sebagai pihak paling bertanggung jawab atas permasalahan ini. Jumlah satwa langka yang semakin habis akan menimbulkan ketidakstabilan pada ekosistem setempat. Rantai makanan yang sehrausnya dapat berjalan secara harmonis dan seimbang akhirnya terganggu apabila salah satu komponen hilang dari ekosistem. Seperti Harimau Sumatera ini. Di alam posisisnya merupakan konsumen tertinggi, dimana kehadirannya akan sangat berpengaruh. Akan tetapi, kembali ke permaslahan awal saat manusia sudah rakus akan nafsu harta maka semua itu sudah dilupakannya. Apa yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana caranya memenuhi isi perutnya. Tidak lebih dari itu. Tugas dan kewajiban kitalah untuk saling menjaga dan bekerjasama. Apapun usaha kita harapannya semua pihak saling mendukung dan menghindari saling lempar tanggung jawab. Jangan kita biarkan kepunahan satwa terjadi di depan mata kita. Kelak, anak cucu kita hanya dapat melihat Harimau Sumatera lewat gambar. Keselamat mereka ada di tangan kita.

Perjuangan Penyelamatan Lingkungan

Istilah Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) mulai muncul sejak tahun 1982 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Lingkungan Hidup. Selanjutnya Undang-Undang ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1986, yang kemudian diganti PP Nomor 51 Tahun 1993, dan terakhir diganti lagi dalam PP Nomor 27 Tahun 1999. Amdal disusun sebagai suatu usaha untuk menjaga kelestarian lingkungan yang akhir-akhir ini semakin terabaikan. Setidaknya penyusunan Amdal ditujukan untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan proyek mulai dari tahan pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Kemudian akan dapat dievaluasi dampak penting dan timbal balik antara lingkungan dengan kegiatan proyek. Selanjutnya, bagian yang penting adalah penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) untuk tetap melaksanakan usaha penjagaan terhadap lingkungan.
Untuk mengawal pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut maka pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedal). Adanya lembaga formal tersebut harapannya mampu mengatasi permasalahan terkait kerusakan lingkungan hidup. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya di lapangan harapan tersebut sulit terealisasikan. Pengawasan terhadap pelaksanaan proyek-proyek sangat lemah. Banyak penyimpangan-penyimpangan terjadi di lapangan. Kasus-kasus pelanggaran Amdal yang sudah tercatat pun mandek di tengah jalan. Bukti menunjukan sekitar 9.000 dokumen Amdal diterbitkan, tetapi semuanya tidak ada tindak lanjutnya. Sementara kerusakan lingkungan terus saja berlanjut.
Tampaknya kinerja Bapedal sebagai lembaga kepercayaan pemerintah dan masyarakat tidak mampu berbuat apa-apa di tengah tekanan materi dari para pemegang proyek. Fungsi kerjanya semakin terpinggirkan dengan gerusan besarnya pemilik dana yang berupaya meluluskan proyeknya tanpa adanya hambatan Amdal. Saat materi yang berkuasa, maka kepentingan akan kelestarian lingkungan akan menjadi hal yang dinomerduakan. Praktik-praktik semacam ini banyak menjangkit kota-kota besar dengan segala keperluan proyeknya. Proyek pembangunan rumah sakit, mal, gedung perkantoran dan pertokoan yang selalu mengatasnamakan kemajuan pembangunan, sayang membuang jauh kepedulian akan lingkungan. Di Yogyakarta misalnya yang sedang haus akan pembangunan kota. Salah satu bagian wilyah dari kampus negeri ternama telah didirikan gedung bertingkat berlantai tiga yang rencananya akan difungsikan sebagai toko buku. Bangunan megah tersebut dibangun hanya berjarak kurang dari 8 m dari jalan raya. Bagian depan tidak tersedia tempat parkir karena hanya muat untuk lewat satu mobil. Kalaupun diprotes, pasti dalih sudah mendapat izin pemerintah provinsi yang dijadikan bantahan. Mengherankan bukan, pola pembangunan semacam itu justru terjadi di kawasan pendidikan dimana orang-orang di dalamnya sebenarnya paham akan dampak yang ditimbulkan. Sekali lagi faktor materilah yang sering menjadi raja. Faktor lain termasuk kondisi lingkungan sekitarnya bukanlah menjadi prioritas.
Diperlukan sikap yang tegas dari pemerintah dalam hal ini Bapedal. Bapedal tidak hanya menjadi formalitas belaka tetapi benar-benar berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekologi dan lingkungan. Upaya yang dilakukan tidak sebatas upaya moral yang hanya gugur kewajiban setelah mengingatkan, tetapi bagaimana sikap tegas itu ditunjukan. Sampai saat ini sanksi atas pelanggaran Amdal hanya sebatas sanksi administratif, perlu kiranya penerapan sanksi pidana agar para pelanggar Amdal ada unsur jera. Untuk itu dibutuhkan kerjasama antara aparat-aparat pemerintah yang terkait untuk bertindak tegas terhadap permasalahan ini. Selain sanksi yang tegas perlu juga diupayakan untuk pembangunan kesadaran diri dari setiap manuasia untuk selalu bertingkah laku yang harmonis dengan lingkungannya. Saat kesadaran sudah terbangun maka tidak akan dirasakan lagi keluhan-keluahan atas lingkungan yang semakin tidak nyaman.

Jawa Timur Langganan Banjir

Bencana alam banjir kian meluas di Jawa Timur. Ribuan rumah dan puluhan hektar sawah yang siap panen tenggelam. Tidak terhitung berapa kerugian yang diderita oleh masyarakat Jawa Timur. Masyarakat banyak yang mengalami kerugian harta benda dan kehilangan mata pencaharian. Setiap musim hujan datang seolah banjir menjadi rutinitas yang melanda daerah Jawa Timur. Keberadaan masyarakat juga terancam dengan tidak segera datangnya bantuan dari pemerintah. Mereka harus hidup dengan kondisi yang sangat menyedihkan. Tempat-tempat penampungan sementara penuh dengan warga yang mengungsi, menyelamatkan diri dari kepungan air yang kian menenggelamkan rumah-rumah mereka. Ada juga yang tetap bertahan di atas genteng-genteng rumah sambil menunggu bantuan datang karena terjebak oleh air yang tidak segera surut-surut.
Penyebab utama dari banjir di Jawa Timur adalah ketidakmampuan Sungai Bengawan Solo untuk menampung debit air di musim penghujan ini. Sungai terpanjang di Jawa ini sekarang kian dangkal. Terjadi banyak sedimentasi di anak sungainya. Belum lagi ditambah berbagai proyek fisik yang membuat luasan sungai menjadi berkurang. Sedimentasi atau pengendapan di sungai banyak disebabkan oleh terbawanya material-material berupa tanah atau bebatuan yang berasal dari bibir-bibir sungai. Dengan arus air yang kuat tepi-tepi sungai akan mengalami banyak erosi. Dinding sungai akan tergerus karena kekuatan ikat tanah sangat lemah. Pohon-pohon dan tanaman mempunyai andil besar dalam hal ini. Akar-akar pohon akan mencengkram tanah dengan kuat sebagai media tumbuhnya. Sehingga daya ikat antar tanah sendiri sangat kuat. Tanah tidak mudah tercerai oleh gaya-gaya luar yang berusaha merusaknya. Hal inilah yang belakangan ini jarang disadari oleh kita semua. Tepian sungai kini jarang ada pohon yang tumbuh. Program penghijauan jarang menyentuh hingga kawasan Daerah Aliran Sungai. Perlu keseriusan dari pemerintah dalam menghadapi hal ini. Penanaman di daerah sekitar sungai harus digalakkan. Tanamilah dengan pohon-pohon yang mempunyai perakaran kuat dan mampu hdup di kawasan tersebut. Perlu juga melibatkan masyarakat dalam hal ini. Pemerintah jangan pernah merasa sendiri dalam menghadapi bencana ini. Banyak masyarakat yang dapat diajak kerjasama. Berdayakan masyarakat sekitar dengan penanaman bersama. Tentunya ini juga akan menjadi keuntungan bersama baik pemerintah atau masyarakat. Konsep silvicultur akan sangat berpengaruh di sini. Silvicultur merupakan seni dalam menanam dan membangun hutan. Memang daerah sekitar kawasan sungai bukan merupakan kawasan hutan, tetapi sistem ini masih sangat relevan dipakai. Kita dalam menanam pohon-pohon tentunya tidak boleh sembarangan. Perlu keterampilan khusus dalam menanganinya, untuk itu perlu kerjasama dengan para ahli kehutanan yang konsen pada pembangunan Daerah Aliran Sungai. Para ahli kehutanan akan bisa menentukan jenis tanaman apa yang cocok untuk ditanam. Bagaiama proses penanaman yang baik sehingga menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan sempurna. Kemudian tindakan-tindakan apa lainnya yang mampu mendukung usaha penghijauan kawasan Daerah Aliran Sungai. Ini adalah sebuah kerjasama yang cukup baik apabila pemerintah, masyarakat dan stakeholder lain berkenan untuk bekerjasama.
Hal yang juga menjadi penyebab banjir adalah semakin banyaknya bangunan fisik disekitar Daerah Aliran Sungai. Tentu saja ini akan mempersempit luasan sungai sehingga daya tampung air semakin sedikit. Terutama pemerintah dalam hal ini, bagaimana mampu secara tegas mengontrol berbagai proyek pembangunan fisik yang tidak sesuai kaidah amdal. Sejah dibentuknya Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup) pada tahun 1994 tampaknya belum bekerja maksimal hingga sekarang. Kegiatan yang dilakukan hanya sebatas himbauan moral. Tidak ada usaha yang lebih tegas dalam menanggulangi berbagai dampak kerusakan lingkungan. Alhasil semakin banyak gedung-gedung atau proyek fisik lainnya yang tidak ramah lingkungan. Dan itu terus bermunculan tanpa dapat dikendalikan. Pemerintah dalam hal ini harus memiliki ketegasan. Ketegasan dapat diwujudkan dalam pemberlakuan regulasi yang jelas dan tegas dalam hal pengendalian dampak lingkungan hidup. Kembali lagi ini semua membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Apabila tidak segera diatasi maka banjir pada musim penghujan akan selalu menjadi langganan bagi masyarakat Jawa Timur.

Semangat Sambut Hari Menanam Indonesia

Tanggal 28 Desember lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari tersebut sebagai Hari Menanam Indonesia. Presiden tampaknya menyadari bahwa berbagai permasalahan lingkungan seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan dapat diatasi dengan upaya menanam pohon. Lewat kegiatan tersebut harapannya mampu memupuk kesadaran masyarakat untuk memulai menanam pohon. Dapat dibayangkan berapa banyak pohon yang mampu ditanam ketika semua penduduk Indonesia menanam pohon. Jumlah penduduk kita saat ini 228.200 juta orang yang tersebar di sekitar 7000-an pulau-pulau di Indonesia. Saat kesadaran masyarakat untuk memanam sudah tertanam dengan baik, maka kecintaan terhadap lingkungan juga akan meningkat. Kita tentu tidak ingin mengulang masa lalu yang kelam dimana masyarakat Indonesia hobi sekali untuk menebang pohon di hutan, tetapi lupa untuk menanam kembali. Idealnya saat kita menebang satu pohon kita dianjurkan untuk menanam dua pohon. Akan tetapi , sulit sekali diterapkan di tengah-tengah masyarakat.
Ajakan menanam pohon tidak hanya sebagai jargon saja. Harapannya itu menajadi suatu semangat baru untuk memperbaiki lingkungan kita. Salah kiranya apabila masyarakat kita beranggapan kalau menanam pohon sebagai aset di hari depan hanya dinilai dari kayunya saja . banyak masyarakat menunggu kapan dapat memanen batang pohon untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Pola pikir semacam itulah yang seharusnya kita ubah. Menanam pohon tidak hanya bermanfaat secara ekonomi, lebih dari itu hidup kita juga akan terjaga. Bisa dibayangkan, saat pohon-pohon sebagai penyuplai oksigen bagi manusia tidak ada. Apa yang akan terjadi dengan kita. Mampukah kita hidup? Hidup kita sangat tergantung atas keberadaan mereka. Sebagai contoh, masyarakat yang hidup di kota-kota besar, dimana semua lahan ditempati gedung-gedung menjulang ke langit, sedang hanya sedikit pohon yang ada di halamannya. Ditambah lagi polusi dari kendaraan bermotor yang luar biasa tingginya akan menyebabkan kita terserang banyak penyakit. Untuk itulah diperlukan pepohonan yang mampu menyumplai kebutuhan oksigen dan menyerap timbal-timbal berbahaya dari asap kendaraan bermotor.
Penetapan tanggal 28 Desember sebagai Hari Menanam Indonesia semoga menjadi semangat baru kita dan tidak hanya menjadi jargon palsu tanpa bukti. Hendaknya masyarakat Indonesia baik di kota-kota besar dan di desa mampu untuk melaksanakannya. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melaksanakannya, karena semua itu untuk menyelamatkan hidup kita.

Palestina Saatnya Kau Bangkit

Klaim bangsa Yahudi bahwa Palestina adalah tanah mereka merupakan suatu kesalahan. Sejarah telah menuliskan bahwa wilayah Palestina adalah tanah milik bangsa Palestina. Tanah milik umat Islam yang terdapat Masjidil Aqsa sebagai simbol suci agama Islam dan tempat dilahirkannya para nabi dan rasul. Kesalahan besar apabila Yahudi berteriak-teriak ingin mendapatkan haknya atas tanah Palestina, padahal secuilpun bangsa Yahudi tidak memiliki tanah tersebut. Usaha-usaha kotor bangsa Yahudi terlihat dengan jelas dengan pendirian negara Israel pada 14 Mei 1948. Peperangan terus berkecamuk di negeri Palestina dan menyebabkan dua pertiga penduduk Palestina harus meninggalkan kampung halaman. Tindakan kriminal Yahudi-Zionis telah melanggar mentah-mentah Hak Asasi Manusia yang selama ini hak untuk hidup, mendapatkan tempat tinggal dan kebebasan beragama terpasung. Perang tahun 1948 telah mencabik-cabik harga diri kaum muslim di Palestina khususnya dan dunia pada umumnya. Kekerasan dan embunuhan hampir terjadi setiap hari. Darah telah tumpah dan air mata telah mengalir deras membasahi bumi yang dimuliakan Allah SWT. Kejahiliahan bangsa terkutuk Yahudi sudah tidak dapat dimaafkan. Akhir bulan Dzulhijah 1429 H yang merupakan satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Allah telah ternodai oleh Laknatullah Yahudi. Peperangan kembali berkecamuk. Israel tanpa sifat manusiawinya telah menyerang Palestina khususnya di jalur Gaza. Lokasi yang selama ini menjadi tempat perebutan antara Palestina dan Israel. Berton-ton bahan peledak dijatuhkan. Roket-roket ganas telah membumihanguskan infrastruktur publik dan bahkan menelan korban rakyat sipil. Penyerangan Israel dengan dalih memusnahkan gerakan Hamas yang selama ini menjadi batu sandungannya telah secara tegas melanggar kesepakatan genjatan senjata antara kedua belah pihak. Data terbaru menyebutkan 375 rakyat Palestina meninggal dan 1750 mengalami luka-luka. Jumlah ini diperkirakkan masih akan bertambah mengingat niatan jahat Israel yang ingin benar-benar melumpuhkan Palestina untuk melebarkan wilayah kekuasaannya. Pelanggaran HAM terberat pada tahun 2008 ini mendapat kecaman dari berbagai negara di dunia, terlebih bagi negara muslim. Ribuan warga Eropa dan Timur Tengah tumpah ruah untuk mendesak Israel menghentikan kegiatan biadabnya itu. Protes dari berbagai negara tampaknya tidak digubris oleh Israel. Tetap saja hingga sekarang jeritan, tangisan dan ketakutan masih mencekam sebagian rakyat Palestina. Pesawat terbang Israel yang penuh bahan peledak masih gencar menembakkan pelurunya ke arah pemukiman penduduk. Tidak hanya itu, Israel juga melarang adanya bantuan yang masuk ke Palestina. Baik itu bantuan tenaga medis ataupun obat-obatan. Kapal-kapal pembawa obat-obatan yang melintasi perbatasan ditembak oleh kapal laut Israel dan perbatasan juga banyak yang ditutup.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pun tidak mampu berbuat banyak. Hingga sekarang belum jelas kebijakan tegas terkait kejahatan dunia ini. Seharusnya PBB yang menjadi payung perdamaian dunia segera ambil bagian untuk terwujudnya genjatan senjata dan pemberian sanksi yang tegas untuk Zionis-Israel. Hal yang juga sangat memprihatinkan adalah cuci tangannya negara Arab terhadap kasus ini. Negara yang seakidah , satu Tuhan, satu kitab dan satu Rasul telah menutup mata terhadap kedzoliman syetan. Keagungan Arab sebagai tempat dimana Kiblat umat Islam berada telah merobek-robek hati kaum muslim Palestina yang berharap sikap tegas dari Arab. Ataukah kedekatan Arab dengan Amerika yang sudah seperti saudara penjajah telah membutakan mata. Kebiadaban di depan mata tidak tampak sama sekali.
Saatnya bagi seluruh negara muslim merapatkan barisan. Lawan penjajahan zionis-Israel. Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk membantu saudara kita di Palestina ? Kita tentu menyadari kemampuan kita. Ada tiga hal yang dapat kita lakukan. Pertama, jihad raga. Bagi yang mampu dan sanggup dipersilakan untuk berangkat jihad ke Palestina. Seperti yagn dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengirim 20 relawan yang sebagian besar adalah tenaga medis. Bagi yang tidak mampu, dapt mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya. Dana tersebut nantinya akan dikirim lewat lembaga donor internasional yang nantinya dapat dibelikan obat-obatan ataupun kebutuhan lain yang sangat mendesak bagi para korban. Patut dicontoh apa yang dilakukan PKS dengan mengumpulkan Rp 2 miliar untuk saudara-saudara kita di Palestina. Kedua, demontrasi. Adanya demontrasi di berbagai daerah di Indonesia akan memberikan dukungan moral kepada bangsa Palestina. Semangat mereka akan terus berkobar untuk melawan Israel laknatullah. Kita buktikan bahwa kita umat Islam mengutuk dengan keras kejahatan internasional di Palestina. Ketiga, Doa. Berdoalah karena doalah yang akan menghubungkan kita dengan rakyat Palestina melalui Allah SWT. Allah akan memberikan kekuatan dan kemenanan bagi saudara kita. Lafadzkan doa setiap waktu, sehabis shalat wajib atau di shalat malam kita.

Masih Efektifkah Kelestarian Hutan Dibangun Melalui Gerhan ?

I.Pendahuluan
Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) jangka 2003-2007 telah selesai dilaksanakan. Program ini hasil cetusan pemerintah dalam upaya mengurangi laju deforestrasi yang semakin hari semakin tidak dapat dikendalikan. Rencana awal tahun 2003, Badan Planologi Departemen Kehutanan menyatakan bahwa terdapat 100,7 juta Ha yang perlu direhabilitasi, jumlah lahan kritis didalam kawasan hutan 59,2 juta Ha dan di luar kawasan hutan 41,5 juta Ha (Dephut, 2006). Sekarang tingkat kerusakan hutan per tahunnya 3,8 juta Ha sedangkan dalam kurun waktu pelaksanaan Gerhan mulai tahun 2003-2007 baru tercapai 3 juta hektar. Hal ini berarti baru sekitar 15% usaha untuk memperbaiki hutan Indonesia dibandingkan tingkat kerusakannya tiap tahun. Kerusakan hutan telah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kehidupan manusia, flora dan fauna. Kekeringan yang melanda setiap musim kemarau atau banjir bandang yang menghantui ketika musim hujan tiba.
Gerhan diharapkan menjadi suatu gerakan nasional yang membangkitkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memperbaiki kekayaan hutan Indonesia yang nantinya akan kita wariskan kepada anak cucu. Gerhan sebagai bagian dari usaha reboisasi. Istilah reboisasi pada dasarnya mempunyai makna rehabilitasi (rehabilitation) yang mempunyai pengertian luas untuk setiap upaya mengembalikan elemen-elemen struktur dan fungsi suatu ekologi yang rusak, walaupun tanpa harus selengkap elemen struktur atau fungsi ekosistem aslinya (Bradshaw,1997). Pada dasarnya rehabilitasi hutan atau istilah program pemerintah Gerhan bertujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan khususnya kehutanan yang semakin terpuruk. Sudah jelas tertulis dalam pedoman penyelenggaraan GNRHL No.18/Kep/MENKO/KESRA/X/2003 dimana tujuan GNRHL adalah untuk mewujudkan perbaikan lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.

II.Pelaksanaan
Selama kurun 2003-2007 program Gerhan telah cukup memberikan gambaran kepada masyarakat akan usaha pemerintah dalam mengurangi kerusakan lingkungan.
Tabel. Rincian sasaran lokasi Gerhan 2003-2006
Uraian Pelaksanaan Gerhan (Ha)
2003 2004 2005 2006
Status Kawasan
a. Hutan Negara 163.382 217.532 272.220 25.575
b. Hutan Rakyat 136.618 277.392 290.890 31.785
c. Mangrove - 5.075 36.890 2.640
TOTAL 300.000 500.000 600.000 60.000
Lokasi Kegiatan
a. DAS prioritas 29 141 184 184
b. Propinsi 15 31 33 33
c. Kabupaten/Kota 145 372 420 401
Sumber: Presentasi Dirjen RLPS dalam Rapat Gerhan 14 Agustus 2007 di Departemen Kehutan Jakarta.
Tabel di atas memperlihatkan dari segi target memang bisa dikatakan sudah cukup terpenuhi. Bahkan di tahun 2007 luas lahan yang telah direhabilitasi seluas 2.397.000 Ha (79%) (Dephut, 2007). Hasil tersebut kiranya mampu membuat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat bangga atas kerja kerasnya walaupun untuk membangun hutan yang lestari masih jauh dari kenyataan.

III.Problematika
Target Gerhan bisa dikatakan menuai keberhasilan, tetapi masih ada beberapa catatan yang segera perlu diperbaiki jika ingin Gerhan tetap efektif untuk diterapkan di masa mendatang. Ada dua hal pokok yang menjadi problematika dalam Gerhan periode 2003-2007.
1. Sasaran Lokasi Gerhan
Sesuai dengan UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang termuat dalam pasal 40-45, yaitu upaya rehabilitasi hutan dan lahan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyengga kehidupan. Dan rehabilitasi dilaksanakan disemua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Usaha rehabilitasi berarti memperbaiki hutan yang sudah terdegradasi atau rusak kemudian mengubahnya menjadi hutan yang kembali lestari. Akan tetapi, harapan itu tidak dalam praktiknya belum sepenuhnya dilaksanakan. Misalnya, penanaman Gerhan dilaksanakan di hutan atau lahan yang benar-benar dalam kondisi kritis bukan hutan yang masih produktif. Kenyataan di lapangan muncu dimana kawasan hutan seluas 700 hektar di Nusa Tenggara Timur dibakar untuk proyek Gerhan. Hutan yang belum masuk dalam kondisi lahan kritis setelah dibakar rencananya akan ditanami tanaman-tanaman yang lebih ekonomis. Tanaman bambu, kayu putih, kesambi dan tanaman lainnya hangus terbakar. Bukan hanya tanaman yang rusak, tetapi juga fauna yang hidup di sana akan terganggu. Rencananya lahan tersebut akan ditanami pohon meranti, kemiri, mahoni, kayu merah, mangga, jeruk dan kayu cendana (Kompas, 2008). Itu merupakan suatu bukti bahwa proses Gerhan belum mampu diemplementasikan di areal yang benar. Lahan kritis di Indonesia masih banyak sekali mengapa harus mengorbankan lahan hutan yang masih produktif. Inilah yang terjadi apabila Gerhan dimaknai sebagai sebuah proyek dimana target ekonomi menjadi prioritas utama.
2. Pelaksana
Gerhan dilakasanakan dengan kelembagaan di tingkat pusat dan tingkat daerah. Keputusan Bersama Menko Kesra, Menkon Ekuin dan Menko Polkam No: 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003,No:Kep.16/M.Ekon/03/2003,No:Kep.08/Menko/Polkam/III/2003, tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan Melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN). Pelaksanaan Gerhan sudah sepatutnya dipahami sebagai sebuah gerakan sosial nasional bukan sebagai tender proyek. Lebih jauh Gerhan diharapkan mampu menggerakkan masyarakat untuk ikut peduli terhadap kondisi lingkungannya. Untuk itu, mulai dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat perlu dibangun sebuah kerja strategis secara bersama-sama karena program ini tidak akan sukses tanpa kerjasama antara semua pihak. Pemerintah pusat sebagai pengambil kebijakan harusnya lebih mendengar suara rakyat yang ada di bawahnya. Seperti apa tanggapan masyarakat atas Gerhan, apakah masyarakat memberikan dukungan penuh? Dan konsep Gerhan macam apa yang harus dilaksanakan di daerah tersebut memepertimbangkan kondisi alam, sosial dan budaya msyarakat setempat. Kebijkan pemerintah yang bersifat top-down terlalu general untuk semua wilayah di Indonesia sehingga kurang mampu menyentuh secara tepat daerah-daerah yang mempunyai local spesific. Peran Departemen Kehutanan melalui kelompok kerja yang telah dibentuk mempunyai tugas untuk perencanaan dan pembibitan, pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan, serta sebagai koordinator dalam pelaksanaan Gerhan. Sedangkan pemerintah daerah dan masyarakat bertugas melaksanakan penamanan bibit dan pemeliharaan serta melaksanakan sosiaslisasi (Darori, 2006). Uraian di atas telah menggambarkan secara gamblang akan tugas masing-masing aktor dalam Gerhan. Akan tetapi, kembali lagi pada praktiknya masih rawan berbagai penyimpangan. Kurangnya kesepahaman awal tentang Gerhan antara pemerintah pusat dan daerah menjadikan titik awal munculnya permasalahan tersebut. Didukung lagi dengan rendahnya komitmen bersama untuk menjadikan Gerhan tidak hanya komoditi parsial untuk kepentingan lokal maupun pusat melainkan bentuk sikap kita terhadap eksternalitas terhadap hutan yang tinggi. Koordinasi antara ketiga pihak tersebut juga sering mengalami kebuntuhan sehingga arus informasi dan laporan kurang berjalan dengan lancar. Tenaga teknis dari pemerintah yang benar-benar terjun kelapangan hanyalah sedikit. Ini sangat tidak baik karena tidak ada transfer informasi secara benar oleh pihak yang memahami Gerhan kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat yang menaman di lapangan kurang begitu mengerti apa sebenarnya Gerhan dan bagaimana proses mewujudkannya. Selanjutnya, penyediaan bibit juga sering menjadi masalah. Sering terjadi keterlambatan pengiriman dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Ketidak sesuaian tata waktu penganggaran dan musim tanam menjadikan kendala berikutnya terhadap proses pembuatan tanaman di lapangan. Masyarakat hanya mengandalkan keuangan dari pussat sehingga apabila anggaran belum turun maka Gerhan akan terhenti. Setelah kebijakan dikeluarkan, tampaknya usaha pemerintah untuk mengawasi jalannya Gerhan belum sepenuhnya berhasil. Banyak penyimpangan di lapangan merupakan bukti Gerhan belum dilaksanakan sesuai instruksi pemerintah. Kondisi ini memicu lemahnya kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara moral dalam menjadikan Gerhan sebagai bagian penting dari usahnaya menjaga lingkungannya. Lemahnya pengawasan juga merupakan salah satu hal yang perlu diperbaiki. Pemerintah daerah tidak sepenuhnya serius dalam mengawasi kegitan Gerhan sehingga di lapangan muncul banyak penyimpangan.

IV.Penutup
Gerhan dapat dikatakan sudah sukses dalam upaya pelaksanaan targetnya. Kebijakan untuk memperpanjang Gerhan menjadi program jangka panjang tampaknya cukup sesuai, tetapi perlu penyelesaian segera hal-hal berkaitan erat dengan pelaksanaannya agar tidak menjadi kendala yang menghambat. Perlu perapihan dalam sasaran lokasi dan pelaksana Gerhan. Lokasi Gerhan adalah lokasi yang benar-benar masuk dalam kategori lahan kritis bukan lahan yang masih produktif. Selain itu, perlu upaya dalam membangun proses komunikasi yang efektif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat agar tidak muncul salah pemaknaan terhadap konsep Gerhan. Faktor pembiayaan dan juga pengawasan harusnya juga lebih ditingkatkan dengan didukung banyaknya tenaga teknis handal yang turun ke lapangan. Bila semuanya itu mampu diramu dengan baik pastilah impian untuk mewujudkan kehutanan Indonesia yang lestari (sustain) pasti akan terwujud.


V.Daftar Pustaka
Sumardi. 2006. Pengayaan Material Orientasi Program Gerhan Menuju Pengelolaan Ekosistem Sumber Daya Hutan. Universitas Gadjah Mada.
Hardjanto, Nurrohmat dan Dudung. 2006. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sebagai Pendukung Keberhasilan Program Gerhan. Darmaga-Bogor.
Darori. 2006. Potret Program Gerhan ”Gagasan, Capaian, dan Kebutuhan Re-Orientasi Program”. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Suswono. 2006. Tinjauan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan: Komitmen Politis Penanggulangan Kerusakan Hutan. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Suharto. 2006. Idealitas Pelaksanaan dan Pengembangan Program Gerhan Standar Otonomi Daerah. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Usman, Sunyoto. Makna dan Sistem Pendukung Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Awang, San Afri. Pembentukan Unit Manajemen Kawasan Kelola Rehabilitasi Hutan dan Sistem Pendukungnya (Implementasi Program Gerhan di Indonesia). Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.
Suparno. 2006. Perencanaan Lokasi, Tata Organisasi Pelaksanaan Pengawasan Program Gerhan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Seminar Nasional Gerhan. Yogyakarta.

Derap Langkah Menuju Perbaikan

Setiap orang dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Baik memimpin dirinya sendiri atau memimpin masyarakat bangsa dan negara. Sebentar lagi di seluruh penjuru negeri akan ramai oleh proses suksesi kepemimpinan nasional. Pemimpin yang harapannya mampu membawa perubahan ke arah positif bagi negeri ini. Tidak terkecuali Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Fakultas kebanggaan yang tampak paling rindang, sejuk dan asri diantara fakultas lain di Bulak Sumur juga kan melakukan sebuah pesta demokrasi kecil-kecilan. Fakultas yang dihuni oleh 1.113 mahasiswa dengan latar belakang dan kepribadian masing-masing dan tentunya asal daerah yang juga berbeda-beda. Sama halnya dengan sebuah negara, mahasiswa Fakultas Kehutanan juga membutuhkan pemimpin. Terlebih lagi dalam kehidupan kemahasiswaan kita dididik untuk belajar segala hal termasuk berlatih kepemimpinan. Macam-macam organisasi seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan, Badan Semi Otonom, ataupun Lembaga Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa memberikan kita peluang untuk belajar lebih. Mengasah karakter kepemimpinan dan managerial karena keduanya tidak akan dikuasai jika tidak banyak berlatih. Kita diberikan kesempatan luas, dimana setiap organisasi memberikan muatan soft skill bagi mahasiswa yang terlibat aktif di dalamnya.
Setiap organisasi pastilah menginginkan organsisasinya dapat terus berlanjut, untuk itulah setiap tahun selalu ada suksesi kepengurusan. Tidak terkecuali LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa) yang sebentar lagi akan melaksanakan Pemira (Pemilihan Raya) mahasiswa untuk memilih Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa dan Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa. Proses pemilihannya layaknya pemilihan presiden dan anggota DPR yang dipilih secara langsung. Seluruh mahasiswa Fakultas Kehutanan yang statusnya masih aktif dapat ikut menjadi pemilih guna mensukseskan pesta demokrasi tersebut. Kegiatan ini menjamin keterwakilan aspirasi mahasiswa kehutanan akan siapa nanti yang pantas menjadi pemimpinnya. Sosok pemimpin yang haapannya mampu menjadi mata tombak dari mahasiswa dalam memperjuangkan hak-haknya.
Belakangan ini setidaknya ada dua permasalahan yang muncul dan menuntut peran kita sebagai mahasiswa untuk dapat menyelesaikannya. Permasalahan yang dapat kita kategorikan menjadi pemasalahan internal dan permasalahan eksternal. Permasalahan internal adalah pemasalahan yang ruang lingkupnya bersinggungan langsung dengan kita sehari-hari, yakni fakultas kita. Sedangkan permasalahan eksternal merupakan permasalahan yang berada di luar Fakultas Kehutanan atau masyarakat luas. Kita mulai dari sekup yang paling kecil, yakni fakultas kita. Kita coba batasi terlebih dahulu dalam urusan kemahasiswaan karena memang fokus Lembaga Eksekutif Mahasiswa berada di sana. Masalah yang sering muncul adalah masalah perkuliahan dan aktifitas organisasi. Kedua hal tersebut menjadi sorotan yang tidak dapat dipisahkan. Pertama, dalam dunia perkuliahan yang setiap hari kita jalani pastilah muncul berbagai problem. Katakanlah ketidaksiapan kita menaggung biaya perkuliahan yang mahal atau urusan-urasan berkaitan dengan studi, seperti praktik umum, kuliah lapangan atau kegiatan semacamnya. Kesemuanya itu sering memunculkan permasalahan yang hampir sama setiap tahunnya. Disisi lain ada juga permasalahan terkait perubahan cara pandang mahasiswa terhadap perkuliahan yang tertalu study oriented. Belajar aktif di dalam perkuliahan adalah suatu kewajiban, tetapi jangan sampai meninggalkan hal lain yang juga cukup penting, yaitu belajar soft skill agar kelak memiliki kecakapan yang lebih daripada mahasiswa biasa. Paradigma berpikir yang menempatkan kuliah terlalulu tinggi menjadikan mahasiswa hanya mampu manguasai mata kuliah tanpa diimbangi perbekalan soft skill yang memadai. Untuk itulah organisasi-organisasi intern fakultas diadakan. Setiap jurusan sudah memiliki wadahnya masing-masing bahkan ditambah dengan organisasi Badan Semi Otonom. Banyaknya organisasi tersebut jangan dianggap hanya nama, tetapi seharusnya mahasiswa dapat aktif menjadi pengurus di dalamnya. Banyak pelajaran penting yang akan kita peroleh. Kepemimpinan, managerial organisasi, manegerial waktu dan optimalisasi potensi akan kita raih. Sayang, banyaknya organisasi tersebut hanya diikuti segelintir orang. Kesibukan kuliah sering dijadikan kambing hitam untuk menutupi kemalasan serta rendahnya semangat.
Di lain pihak, permaslahan eksternal juga begitu banyak yang menunggu penyelesaian. Permasalahan lingkungan yang sangat dekat dengan studi kita dan juga masalah sosial yang begitu menjerat leher masyarakat kita. Dibutuhkan pengorbanan dan kerja keras agar dapat menyelesaikannya. Isu-isu lingkungan yang begitu santer terdengar harusnya menjadi cambuk bagi kita untuk senantiasa bergerak dan tuntaskan perubahan. Kesadaran untuk menjaga lingkungan pemberian Allah tampaknya belum sepenuhnya kita pahami bahkan sering lupa untuk kita manfaatkan demi kepentingan bersama. Permasalahan-permasalahan kehutanan yang begitu merebak menjalar bagai penyakit ganas juga jarang kita perhatikan. Pengelolaan hutan yang tidak mengenal kelestarian telah menjadikan hutan kita berubah dari hamparan karpet hijau menjadi padang gersang dan tandus.
Dengan begitu banyaknya permasalhan menjadikan kita harusnya terpancing untuk melakukan sesuatu. Bukankan isi dari salah satu tridharma perguruan tinggi adalah pengabdian. Pengabdian terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Jangan kita salah mengartikan sebuah pengabdian harus dimulai setelah kita terjun di dunia kerja. Akan tetapi, sekaranglah saatnya, justru dengan status mahasiswa yang masih kita sandang pengabdianb akan terasa suci tanpa mengharap balasan apa-apa. Bukankan manusia yang paling baik adalah manusia yang mampu bermafaat bagi orang lain. Hadirnya Lembaga Eksekutif mahasiwa harusnya mampu memberikan jawaban atas kegusaran hati akan timbulnya berbagai permasalahan tersebut. Lembaga Eksekutif Mahasiswa bukanlan organisasi yang hanya menjadi menara gading yang tinggi tanpa mampu menyentuh persoalan-persoalan yang ada di bawahnya. Bila Allah SWT mengizinkan, semoga kami mampu menjawab semua pertanyaan besar tersebut. Berdasar dari dalam hati yang terdalam, visi kami hadir untuk mewujudkan Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM yang aspiratif, solutif dan profesional. Ada tiga kata kunci dari visi tersebut, yakni aspiratif, solutif dan profesional. Kata aspiratif menunjukkan lembaga yang mampu mendengar apa yang menjadi keinginan ataupun persoalan yang harus segera diatasi baik di tataran kemahasiswaan lebih luasnya ditataran masyarakat. Keluhan-keluhan juga harus kita tanggapi dengan baik. Dengan adanya kerjasama yang baik dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan kita akan dapat menerima masukan dengan lebih terarah dan tepat. Sikap berkenan untuk menerima aspirasi merupakan bukti kepekaan yang tinggi terhadap ralitas sosial dan lingkungan. Semua itu menunjukkan keinginan yang kuat bagi kami untuk bersikap sebagai lembaga yang mempunyai tugas mulia sebagai pelayan bagi mahasiswa. Melayani apa yang menjadi kegusaran hati untuk selanjutnya diimplementasikan dalam langkah-langkah nyata.
Solutif, sebuah kata sederhana, tetapi mempunyai makna yang kuat dimana setiap permasalahan harus ada penyelesaiannya. Setiap masukan yang ada tidak hanya berhenti pada tataran mendengar saja, tetapi lebih jauh harus segera kita tanggapi. Ditanggapi dengan aksi nyata di lapangan berupa langkah kongkret. LEM harus mampu memberikan jawaban atas berbagai masalah yang muncul. Program-program kerja yang diadakan tidak hanya sebatas rutinitas tanpa dasar yang jelas. Program yang muncul adalah apa yang dirasakan sebagai jawaban atas besarnya persoalan yang ada. Titik tekan solusi adalah pemecahan masalah kemahasiswaan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Aktifitas perkuliahan yang sering kali memunculkan banyak permasalahan, baik dalam masalah biaya atapun akademik. Masalah biaya, adalah hal yang akan menjadi perhatian. Kita semua tidak ingin tentunya masalah biaya menjadi kendala bagi kita untuk menuntut ilmu. Kemampuan masing-masing orang tentulah berbeda dalam membayar biaya perkuliahan yang wajijb dibayar setiap tahunnya. Banyaknya beasiswa, seperti BOP yang selama ini sudah berjalan dengan baik akan tetap kita laksanakan. Bila perlu kita akan berusaha untuk mencarikan dana di luar itu agar mahasiswa yang benar-benar memerlukan bantuan akan dapat teratasi masalahnya.
Selain itu, dalam hati ini terukir suatu keyakinan untuk membuktikan kesungguhan kami ingin berbakti kepada masyarakat. Masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kita sebagai mahasiswa. Terlebih lagi mahasiswa Fakultas Kehutanan yang nantinya akan banyak berinteraksi dengan masyarakat untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik. Suatu rajutan harapan LEM FKT UGM mampu memiliki sebuah desa binaan. Desa yang secara intensif akan kita bina baik dari segi sosial maupun lingkungan. Sebuah miniatur tempat kita mengimplementasikan apa yang telah kita dapatkan di kehidupan kampus. Suatu upaya untuk mendekatkan mahasiswa dengan masyarakat agar kelak saat menjadi pembuat kebijakan akan lebih arif dalam menentukan sikap.
Bentuk pengabdian lainnya, kita fokuskan kepada generasi muda yang jauh kesadarannya terhadap lingkungannya. Generasi muda yang lupa atas nikmat bumi yang telah dikaruniakan-Nya. Upaya yang dapat kita lakukan adalah membangkitkan kembali kesadaran generasi muda, anak-anak sekolah untuk dapat melakukan aksi nyata di lingkungannya. Kapasitas kita sebagai mahasiswa harusnya mampu memberikan suatu ajakan dengan langsung dan terarah. Environmental education merupakan sebuah program yang akan kita berikan kepada anak sekolah maupun masyarakat umum. Program yang dikemas dengan bungkus menarik dan disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat sekitarnya. Selanjutnya, program tersebut kita terapkan secara berkala untuk mencapai sebuah tatanan masyarakat yang peduli akan lingkungannya.
Gerak-gerak dari usaha pemecahan masalah bukanlah suatu gerakan yang tidak tertata rapi. Akan tetapi, LEM sebuah lembaga yang integritas geraknya profesional dimana setiap departemen yang ada bergerak sesuai tugasnya. Lembaga yang tertata akan memudahkan gerak dan langkah untuk mencapai suatau tatanan kehidupan kampus yang lebih baik. Program-program yang dilakukan harapannya mampu menjadi sebuah gerakan yang didasari atas kepahaman bersama baik antara LEM maupun mahasiswa kehutanan pada umumnya. Pengorganisasian antara semua elemen di Keluarga Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM akan menjadikan semua elemen bergerak atas dasar kebersamaan dan langkah yang sinergis. Keprofesionalan kerja tidak akan berjalan tanpa dukungan dari semua mahasiswa kehutanan. Untuk itu tepatlah kiranya LEM mampu menginisiasi agar mahasiswa kehutanan mampu untuk berkontribusi secara langsung dan terarah baik bagi kehidupan kampus maupun kehidupan masyarakat. Keprofesionalan pengelolaan dengan memberikan laporan publik yang terbuka dan transparan setiap tiga bulan merupakan sebuah langkah strategis untuk memberikan teladan sekaligus bukti akan sebuah nilai-nilai perjuangan bukan suatu kekuasaan. Kita haruslah yakin bahwa kita tidak berjuang sendirian. Banyak pihak-pihak yang akan mendukung saat upaya yang kita lakukan benar-benar untuk kepentingan bersama. Kita mempunyai alumni-alumni yang selalu siap membantu untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa. Agenda Lustrum Fakultas Kehutanan yang Ke IX beberapa waktu lalu memberikan sindiran hebat bagi kita, dimana alumni merasa kwalitas dari mahasiswa mengalami penurunan. Untuk itu upaya kerjasama dengan alumni akan terus kita bina. Apalagi para alumni telah memiliki payung organisasi yang jelas, yakni Kagamahut. Rencana besar kita adalah menjembatani antara mahasiswa dan alumni. Para alumni yang telah memiliki keprofesionalan kerja dibidangnya haruslah diberikan kesempatan untu berbagi pengalaman serta ilmunya kepada kita semua yang masih mahasiswa. Suatu tawaran besar bagi kita untuk mengadakan rangkaian diskusi rutin atau seminar alumni yang melibatkan alumni dan mahasiswa. Suatu keyakinan dan harapan bahwa generasi baru yang lebih baik akan segera lahir.
Tugas besar bagi LEM adalah mengembalikan kembali pemahaman mahasiswa akan pentingnya organisasi. Lewat diskusi-diskusi rutin, pelatihan-pelatihan semoga mampu memberikan wawasan dan kepahaman baru akan pentingnya peningkatan kapasitas dan kapabilitas diri sebagai calon rimbawan. Rimbawan yang benar-benar paham akan kondisi hutan sekarang dan apa yang harus dilakukan secara tepat untuk dapat memperbaikinya. Pelatihan jurnalistik dan pelatihan kewirausahaan merupakan terobosan baru untuk memberikan bekal yang bermanfaat. Selain itu, bentuk upaya bersama antara Himpunan Mahasiswa Jurusan dan Badan Semi Otonom adalah menciptakan sebuah ruang diskusi bersama yang akan kita sebut sebagai Forester Leadership School. Pesertanya adalah mahasiswa Fakultas Kehutanan atau fakultas lain yang berkaitan dengan kehutanan. Dengan adanya sekolah itu akan mampu memberikan kepahaman bersama terkait isu-isu kehutanan dan apa yang dapat kita lakukan sebagai seorang mahasiswa calon intelektual bangsa. Usaha itu bukanlah upaya terakhir yang akan coba dilakukan. Masih banyak cita-cita besar kami. Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Kehutanan yang telah melegenda karena setiap tahun kita adakan, akan tetap kita selenggarakan. Tentunya dengan format dan pengemasan yang berbeda. Kita sesuaikan dengan berbagai perkembangan yang muncul dan tentunya kebutuhan yang relevan.
Pengembangan jaringan sebagai mitra kerja adalah suatu keharusan untuk lebih melebarkan sayap. Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berdiri dan berteriak untuk perbaikan lingkungan kita. Patutlah kita belajar banyak dari mereka yang secara intens berjuang dalam menyelamatkan lingkungan. Kerjasama dengan merapikan barisan karena kita tidak mampu untuk bekerja sendirian. Kemitraan yang akan coba kita bangun adalah kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta kita dalam ikut membangun kesadaran baik bagi mahasiswa maupun masyarakat. Program bersama baik diskusi ataupun aksi lapangan bersama akan menambah semangat kita untuk berjuang demi lingkungan yang lestari dan asri.
Pewacanaan akan kinerja kita haruslah kita sebarkan baik kepada mahasiswa, alumni, dan masyarakat luas agar timbul suatu kepercayaan dan kesadaran bahwa kita yang statusnya mahasiswa masih mempunyai kepedulian yang tinggi atas setiap permasalahan. Media informasi baik cetak maupun digital dalam bentuk web kita sampaikan dan kita publikasikan. Media itulah yang akan mempererat hubungan antara LEM dengan semua mahasiswa dan masyarakat.

Sudahkah Dunia Pendidikan Indonesia Merdeka?

Merdeka! Teriakan menggema seantero negeri enam puluh tiga tahun yang lalu menyambut kebebasan dari penindasan penjajah. Indonesia memasuki babak baru umtuk menatap masa depan. Tujuh ribu pulau yang tersebar diikat erat dalam satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air. Mulailah negeri ini menata diri. Menjadikannya memiliki pemimpin, rakyat dan wilayah. Melewati masa-masa sulit untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat penuh. Berdaulat untuk mewujudkan tujuan mulia berdirinya negara sesuai isi pembukaan UUD 1945, yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. The founding fathers kala itu menyadari rakyat negeri ini harus berpendidikan. Melalui pendidikan Indonesia akan terbebas dari segala bentuk kebodohan. Penyakit kebodohanlah yang membuat Belanda begitu nyaman selama 350 tahun mengangkangi Indonesia.
Dunia Pendidikan Indonesia mulai menggeliat dengan dimotori kaum muda yang telah menempuh pendidikan baik di dalam negeri atau di Belanda. Didirikanlah sekolah-sekolah membangun peradaban baru tanah air ini. Kita mengengal SR (Sekolah Rakyat) yang setara SD saat ini, merupakan bentuk langkah awal. Kemudian dilanjutkan hingga kita memiliki perguruan tinggi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bogor dan Yogyakarta. Semakin lama lembaga pendidikan semakin bertambah, baik diatas namakan sekolah negeri maupun swasta. Di Yogyakarta misalnya, kota yang dikenal sebagai Kota Pelajar memiliki lebih dari 100 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Fenomena itu menggambarkan betapa tinggi antusias baik dari para pelajar maupun instansi yang mendirikan lembaga pendidikan tersebut. Akan tetapi, satu hal yang disayangkan. Pendidikan Indonesia telah menjadi ladang bisnis saat ini. Biaya sekolah mahal, tidak heran hanya orang berkantong tebal yang mampu menikmatinua. Lantas bagaimana nasib rakyat kecil? Mereka harus terseok-seok untuk membayar biaya sekolah. Hanya untuk mensekolahkan di salah satu Taman Kanak-Kanak di Yogyakarta orang tua harus membayar Rp 200.000/bulan. Nilai nominal yang cukup besar, sepertiga dari UMR Yogyakarta. Biaya melangit membuat masyarakat memilih untuk tidak mensekolahkan anakya. Alhasil, kita melihat banyak anak-anak kecil usia dini telah mengamen di perempatan hanya untuk sekedar menyambung hidup. Lebih dari 15 juta dari 228,2 juta penduduk Indonesia masih buta huruf. Kemudian 50% bangunan SD/MI mengalami kerusakan. Serta masih ada 500 ribu guru honorer yang berpenghasilan di bawah UMR. Semua fakta tersebut seharusnya dikembalikan pada amanat yang tertulis di Pembukaan UUD 1945. Sudahkan pemerintah kita serius mengembangkan pendidikan? Sementara alokasi dana untuk pendidikan senilai 20% dari APBN sesuai pasal 31 UUD 1945 hingga tahun 2008 masih diabaikan. Anggaran pendidikan tahun 2007 11,8% dan tahun 2008 12% dari APBN. Kini, angin segar berhembus karena tahun 2009 pemerintah mematok 20% APBN untuk pendidikan. Hal ini tentu disambut suka cita oleh para guru yang entah sudah berapa puluh kali menggelar aksi turun jalan untuk memperjuangkan nasib mereka. Rencananya, para guru honorer akan dijamin gaji terendahnya senilai 2 juta. Tidak hanya guru, para orang tua juga berharap biaya tersebut dapat menjadikan biaya sekolah murah dan berkwalitas
Akan tetapi, pertanyaan besar muncul.apakah anggaran pendidikan 20% akan menjadi solusi dari pendidikan Indonesia saat ini. Sebagian pihak merasa pesimis pendidikan Indonesia akan bangkit dari keterpurukan. Bagaimana tidak, apabila pola pengelolaan dana tidak profesional ditambah lagi virus korupsi yang menjangkiti. Akan digunakan untuk apa dana itu? Berapa porsi untuk perbaikan infrastruktur, kesejahteraan guru, dan biaya lainnya. Kembali lagi itu bermula dari keseriusan pengelolaan anggaran tersebut. Walaupun kondisi semacam itu, kita masih memiliki harapan besar pendidikan Indonesia akan mengalami perbaikan. Kita ingin melihat Indonesia membusungkan dada, tidak lagi malu menatap dunia dengan peringat 110 dari 117 negara di dunia dalam urusan pendidikannya. Kita ingin melihat kemerdekaan saat ini tidak hanya kemerdekaan secara yuridis, tapi kemerdekaan secara menyeluruh, termasuk kemerdekaan dunia pendidikan Indonesia.

IBU ------- By: BIJAK

Ibuku oh ibu betapa ikhlas kau menyayangiku
Jiwamu tulus memeliharaku tiada mengharap balasanku
Ya Allah tuhanku bukakanlah pintu ampunan-Mu
Curahilah dia dengan rahmat-Mu
Dia merawatku sejak kecilku
Oh ibu kini aku jauh darimu
Ingin ku luruh di pangkuanmu
Rengkuhlah aku dengan doa malammu
Semoga dia membimbing langkahku
Oh ibu kini air mataku berderai
Rindu belai kasih sayangmu
Dengan ketulusan hati yang dalam
Maafkanlah anakmu ini

Oh ibu kini aku jauh darimu
Ingin ku luruh di pangkuanmu
Rengkuhlah aku dengan doa malammu
Semoga dia membimbing langkahku
Oh ibu kini air mataku berderai
Rindu belai kasih sayangmu
Dengan ketulusan hati yang dalam
Maafkanlah anakmu ini

SIAPA kah Selanjutnya ?

Aku bermimpi...
Hamparan hijau terbentang
Layaknya permadani menutupi bumi
Luas bahkan terlihat tak bertepi
Tak heran menjadi kebanggaan ibu pertiwi

Aku bermimpi...
Ketika pagi menyapa
Kicauan burung-burung memekik indah
Hewan-hewan bergerak lincah
Tumbuhan-tumbuhan tegak seakan tak tergoyah
Serangga-serangga melompat tak serakah
Bahkan cacing seolah menjadi berkah

Lalu...
Aku terbangun kawan
Mimpiku sirna, binasa, menghilang tanpa bekas
Kini, hutanku habis ditebas
Keharmonisan makhluk telah dirampas

Hutanku malang...
Hutanku sayang...
Bila engkau mampu berteriak
Siapa yang akan engkau caci maki
Siapa yang akan engkau marahi
Siapa yang akan engkau benci

Siapa...Siapa...Siapa...
Akankah banjir bentuk air matamu
Akankah tanah longsor wujud amarahmu
Akankah defisit air bentuk kekecewaanmu
Pantas bila engkau membalas manusia dengan caramu
Beri peringatan atas keserakahan, kesombongan serta kebiadaban

Siapa...siapa...siapa...
Dipundak siapa beban tugas suci ini
Dipundakku, pundakmu atau siapa
Bila yakin tugas ini tertumpu dibahumu
Ambil...ambil
Ambil dan pecaya akan kekuatan tangan kalian
Beri perubahan wajah kehutanan
Pupuk keikhlasan jaga kehormatan
Pasti harapan itu masih ada
Membelah hutan temukan keharmonisan
Buat hutan tersenyum padamu

Saatnya Pemuda Memimpin Bangsa

Masalah kronis bangsa
Enam puluh tiga tahun bangsa Indonesia telah merdeka. Diusia yang bisa dikatakan dewasa untuk suatu negara, harusnya sudah cukup banyak pengalaman berharga baik semasa kolonialisme masih berkuasa hingga masa reformasi sekarang ini. Bangsa kita tampaknya belum mampu keluar dari jaring-jaring penjajahan meski kini secara yuridis telah merdeka. Negeri yang memiliki lebih dari tujuh belas ribu pulau masih menyimpan segudang permasalahan yang hingga kini belum mampu terselesaikan. Lima permasalahan utama yang harus segera diselesaikan oleh bangsa ini yaitu (Crisnandhi,2008): Pertama, kemiskinan yang semakin meluas. Tahun 2008 sebanyak 37,7 juta rakyat Indonesia miskin. Balita menderita busung lapar tahun 2007 sejumlah 22 juta dan anak kelaparan 13 juta (WFP,2007). Kedua, keterpurukan pendidikan Indonesia. Tahun 2007 jumlah anak tidak bisa sekolah 11,7 juta dan awal tahun 2008 meningkat menjadi 12 juta anak. Ketiga, hukum yang dijualbelikan. Sudah banyak kasus-kasus besar menggantung di tengah jalan. Kasus korupsi mantan Presiden Soeharto seolah telah menghilang seiring kepergian jenazahnya menuju alam barzah. Keempat, kasus korupsi yang semakin mengakar. Layaknya penyakit akut yang sangat susah disembuhkan, hingga dokter telah memvonis umur pasiennya hanya tinggal menghitung hari. Isu terbaru seputar pengakuan Agus Condro mengenai skandal besar pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia pada 2004 ternyata bergelimang “amplop”. Kalau para pejabat tinggi negara berperilaku semacam itu, lantas bagaimana dengan urusan rakyat. Kelima, aset-aset strategis negara dikuasai asing. Sektor tambang dan perminyakan layaknya kelapa yang diperas habis santannya hingga tinggal menyisakan ampas yang tiada berguna. Kelima itulah agenda yang sangat mendesak untuk segera diselesaikan. Perlu keseriusan dari pemerintah untuk mengakhiri serentetan permasalahan yang terasa begitu mendarah daging.



Mencari pemimpin bangsa

Diperlukanlah sosok pemimpin yang mampu membawa bangsa untuk berdiri tegak tanpa ketergantungan terhadap bangsa lainnya. Disinilah kepemimpinan akan diuji dengan nilai taruhan yang besar, yakni masa depan bangsa. Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang (Rachman,2008). Sayang, negeri kita dipenuhi oleh para penguasa, bukan sosok pemimpin. Penguasa yang bertarung habis-habisan untuk melanggengkan kekuasaannya. Inilah yang kemudian yang berkembang menjadi sebuah krisis kepemimpinan. Kepemimpinan yang ada tidak mampu memberikan kesan baik di mata rakyat sehingga rasa pesimislah yang muncul dalam benak mereka setiap mendengar kebijakan baru pemerintah . Para pemimpin yang ada kurang bisa menjawab setiap keraguan rakyat. Janji yang dahulu diucapkan saat meriahnya pentas kampanye seolah menjadi tumpukan materi orasi di laci meja terbawah. Kekecewaan semakin menghinggapi takkala banyak hak rakyat yang semakin terabaikan. Figur pemimpin yang saat ini memegang pemerintahan tampaknya belum bisa melepaskan diri dari bayang-bayang orde lama dan orde baru. Tampuk kepemimpinan masih didominasi orang itu-itu saja. Perlu ada perombakan yang signifikan mengingat negara ini adalah negara demokrasi.

Kepemimpinan muda
Kejutan luar biasa muncul saat pemilihan gubernur Jawa Barat beberapa waktu lalu. Secara mengejutkan pasangan HADE (H. Ahmad Heryawan - H. Dede Yusuf) menjadi pemenang Pilkada. Apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan HADE yang didukung PKS dan PAN mengungguli calon dari partai besar Golkar dan PDI-P. Setidaknya ada tiga hal yang melatarbelakangi kemenangan tersebut (Radar Banten, 2008). Pertama, sebagian masyarakat di Indonesia memiliki tekad kuat untuk mampu melakukan perubahan dan perbaikan sistem pemerintahan melalui program alih kepemimpinan pada sosok the young leader. Harpan tertuju pada sosok pemimpin muda yang bebas dari pengaruh orde lama maupun orde baru. Kedua, telah berkembangnya faktor kejenuhan masyarakat terhadap budaya kepemimpinan yang cenderung bersifat tidak realistis. Pasangan HADE mampu memberikan tawaran program yang lebih realistis sehingga masyarakat percaya kedepannya akan ada perbaikan pemerintahan menuju kesejahteraan masyarakat. Dan, ketiga, masyarakat lebih menginginkan pemimpin yang mampu menjdi figurehead daerah yang direpresentasikan melalui ketokohan yang dapat diterima secara nasional. Keadaan ini tentu telah dinilai track record pada figur calon yang nyaris tidak memiliki cela sepanjang karir keprofesionalannya. Penilaian ini diyakini sebagai salah-satu bagian dalam mengangkat derajat kepercayaan publik di Indonesia untuk mempromosikan daerahnya melalui peranan figurehead.
Fenomena di Jawa Barat memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa rakyat bangsa ini menaruh harapan besar akan munculnya sosok pemimpin transformasional. Pemimpin yang benar-benar dapat memahami akan tugas dan tanggungjawabnya yang lebih besar daripada hanya sekedar memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaannya. Kemenangan HADE memunculkan sosok pemuda yang rindu akan perubahan membongkar stagnasi kepemimpinan. Pemuda dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti orang muda laki-laki, remaja, teruna dan diyakini akan menjadi pemimpin bangsa. Berangkat dari pengertian tersebut pemuda memiliki kesempatan yang besar kelak akan menjadi pengganti dari generasi sebelumnya dan itu terbukti salah satunya di Pilkada Jawa Barat. Perlu adanya perubahan paradigma dimana saat ini pemuda hanya dicap sebagai morale force. Akan tetapi, dengan kondisi sekarang sistem demokrasi yang dibuka lebar memungkinkan pemuda untuk berkiprah lebih jauh terutama dalam kepemimpinan nasional. Pemuda memiliki sifat unggul. Idealisme yang kuat untuk melakukan sebuah perubahan dan kekonsistenannya dalam menjaga cita-citanya tersebut. Pikirannya yang dinamis selalu menjadi senjata ampuh untuk mematahkan stagnasi yang menghinggapai layaknya penyakit akut di tubuh pemerintahan. Barangkali hal mendasar dari terpuruknya bangsa ini adalah para pemimpinnya tidak mempunyai karakter yang kuat. Kalau masalah ilmu, keterampilan ataupun pengalaman sudah bukan menjadi permasalahan. Hasil survey CRM membuktikan bahwa 70-80% kegagalan pemimpin dalam menjalankan tampuk kepemimpinannya dikarenakan lemahnya karakter pemimpin itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan sosok pemimpin yang teguh dalam karakternya. Dalam hal ini sosok pemuda yang selalu memegang idealismenya akan membawa peluang besar untuk sebuah kemajuan. Selain berkarakter bangsa ini juga membutuhkan sosok pemimpin muda yang visioner. Pemimpin yang akan tetap tinggal dalam visi mereka walaupun tekanan dan kondisi rumit lainnya mereka hadapi. Secara ringkas menurut Aribowo Prijosaksono ada tiga aspek keunggulan kepemimpinan muda yang terangkum dalam 3C, yakni : (1) Perubahan karakter dari dalam diri (character change); (2) Visi yang jelas (clear vision); dan (3) Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Penting kiranya menengok apa yang dilakukan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Dr. H. Adhyaksa Dault, SH, M.Si dalam upaya “Rekonstruksi Posisi Pemuda”. Sejak awal kepemimpinannya berusaha untuk menggeser paradigma tentang pemuda yakni memposisikan pemuda sebagai kategori sosial (social category). Pergeseran paradigma tersebut dapat dimaknai dalam tiga perspektif, yakni: Pertama, perspektif filosofis. Sebagaimana manusia lainnya yang tidak dapat hidup sendirian di muka bumi, maka pemuda juga harus mempunyai peran sebagai makhluk sosial (homo socious). Perannnya akan mendorong untuk pemuda untuk terjun kesagala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Disinilah titik dimana pemuda akan mempunyai peran yang ekstensial di segala dimensinya untuk memperankan dirinya sebagai makhluk sosial. Kedua, perspektif historis. Setelah runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 seolah sebuah kemenangan dari para pemuda yang gigih berjuang untuk memperbaiki negeri ini. Pemuda, khususnya mahasiswa saat itu memiliki sebuah masa-masa kejayaan. Pemuda yang awalnya hanya menjadi sebuah komoditas politik akhirnya menjadi komoditas sosial. Pemuda menjadi bagian yang sangat diperhitungkan oleh para elite pemimpin sejak gerakan reformasi diluncurkan. Pemuda tampak bersemangat untuk menuntuk negeri ini maju dan jaya, sementara mereka tidak berharap keuntungan dari segi materi. Pengalaman reformasi akan membekas sebagai suatu peristiwa sejarah kita dan posisi pemuda akhirnya benar-benar menjadi aset strategis bangsa. Ketiga, perspektif kompetisi. Pemuda memiliki semangat tinggi untuk selalu menjadi yang terbaik. Kondisi ini akan memacu pribadi pemuda untuk selalu bersaing. Tipe persaingan positif akan melahirkan suatu kompetisi yang sehat menuju kemaslahatan bagi bangsa dan negara.
Pertumbuhan karakter bangsa akan tercapai dengan perubahan paradigma pemuda sebagai social category. Paradigma baru ini akan memposisikan pemuda untuk dapat terjun dalam jalur perpolitikan. Dunia politik yang harapannya bukan untuk mencari kekuasaan, tetapi lebih jauh untuk mengabdikan diri sebagai salah satu kontribusi pemuda bagi bangsanya. Kontribusi yang sesungguhnya dengan melupakan pengalaman silam. Dahulu, tahun 1966 begitu besar peran mahasiswa dalam memperjuangkan hak-hak rakyat yang dirampas, tetapi semangat perjuangan itu tidak berlangsung lama. Terlenanya pemuda kala itu untuk masuk ke wilayah kekuasaan yang sebelumnya mereka protes habis-habisan, seolah menggambarkan taring dari perjuangan pemuda kandas di tengah jalan. Kini, sumber daya pemuda di negeri ini sangat berlimpah. Sejumlah 40% atau 80 juta dari total penduduk Indonesia 200 juta adalah pemuda. Bukankah ini peluang yang sangat besar untuk menjadikan kembali pemuda sebagai tulang punggung sebuah bangsa. Bila merefleksikan dengan perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, bukankan pemuda yang sangat bersemangat untuk mendesak Bung Karno segera memproklamirkan terbentuknya negara Indonesia sesaat mendapat kabar kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Upaya pemuda tidak main-main, mereka berani menculik Bung Karno ke Rengas Dengklok demi satu tujuan, membebaskan Indonesia dari penjajahan. Teringat juga bagaimana sosok Soekarno yang begitu semangatnya. Saat masih kuliah di Semester I ITB, beliau dipanggil oleh Rektor ITB Van Touver untuk berhenti mengikuti organisasi-organisasi mahasiswa. Soekarno muda dibujuk agar fokus belajar dan mendapatkan nilai yang tinggi kelak begitu lulus ditawarkan peluang untuk bekerja kepada Rektor tersebut. Akan tetapi, apa kata Soekarno muda. Tawaran semanis madu itu langsung ditolaknya, dan dengan semangat tinggi justru kiprahnya di organisasi semakin berkembang dan meningkat. Terbukti pada saat usia 20 tahun sudah mampu mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia).

Peluang pemuda di Pilpres 2009
Hajatan besar lima tahunan akan segera hadir di depan kita. Partai-partai yang telah terdaftar sebagai peserta Pemilu sudah mulai pasang kuda-kuda dan mengencangkan ikatan. Isu kepemimpinan muda tampaknya mulai menghiasi persiapan pesta demokrasi 2009. Tanggal 31 Oktober 2007 lalu dideklerasikan Komite Bangkit Indonesia. Acara yang digagas oleh mantan Menkeu Rizal Ramli dihadiri oleh 250 peserta. Tokoh-tokoh yang hadir antara lain adalah Amien Rais, Akbar Tandjung, Try Sutrisno, Taufiq Kiemas, Pramono Anung, Khofifah Indar Parawansa, Wiranto, mantan Mensesneg Moerdiono, Syafii Maarif, Addie Massardi, Anhar Gonggong, HS Dillon, Franky Sahilatua, dan Sabam Sirait. Kelahiran Komite Bangkit Indonesia didasari tekad untuk menuju suatu perubahan demi kemakmuran bangsa. Perubahan yang diusung adalah perubahan yang anto neokolonialisme, liberalisme, dan feodalisme. Mungkinkah kebangkitan yang dimaksud adalah bangkitnya negeri ini di tangan pemimpin muda? Beragam komentar muncul dari tokoh-tokoh nasional menyikapi hal tersebut. Amien Rais misalnya. Amien kurang sependapat dengan dikotomi usia tua dan muda dalam kepemimpinan nasional. Menurutnya, idealnya pemimpin nanti berusia 40 tahun. Jangan terlalu tua, dan jangan terlalu muda. Selain itu Amien tidak sependapat apabila kaum muda merengek dan cengeng meminta kepemimpinan nasional dari kaum tua karena itu bukan gaya pemuda, tetapi gaya remaja. Komentar lain juga muncul dari anggota Dewan Pewakilan Daerah Sarwono Kusumaatmadja. "Terlalu sesederhana (kepemimpinan) disederhanakan dengan tua-muda” (VHR News, 2008). Tidak ketinggalan Pengamat politik dari Universitas Paramadina Mulya Jakarta Ihsan Ali-Fauzi yang mengatakan, tidak ada hubungan langsung pemimpin muda akan memimpin dengan baik. Dia contoh Soekarno yang menjadi presiden pada usia 40-an tahun tidak bisa dijadikan acuan. Sebab, Soekarno sudah memimpin sejak usia 20-an dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia. "Itu menunjukkan betapa relatifnya umur." Ihsan mengingatkan masyarakat harus dididik bahwa isu pemimpin muda bukan solusi mutlak. Apalagi pemimpin muda harus menghadapi karakter pemilih Indonesia yang cenderung menginginkan penyelesaian instan. Misalnya, pemilih dari kalangan petani yang meminta traktor sebagai syarat dukungan. "Negosiasi langsung itu buruk untuk jangka panjang demokrasi.” (VHR News, 2008). Tampaknya memang cukup kecil peluang kaum muda akan menjadi Presiden tahun 2009. Tokoh-tokoh nasional kita belum bisa seperti Al Gore yang dengan lapang dada menyambut tokoh muda baru, Obama. Bukankah “Amerika baru memerlukan pemimpin baru”. Obama yang baru berusia 41 tahun begitu dihargai karena tingkat kesadaran masyarakat Amerika akan munculnya sebuah perubahan dengan kepemimpinan pemuda. Apakah “Indonesia jaya membutuhkan pemimpin muda?” Mengingat parpol besar, seperti PDI-P, Partai Golkar dan Partai Demokrat, sudah mapan dengan presiden kaum tua, parpol menengah, seperti PKS, PAN, PKB, dan PPP, dapat melakukan terobosan politik dengan memilih pola progresif dan mencalonkan presiden 2009 dari kaum muda (Fadjroel, 2008). Kondisi semacam ini kita kembalikan lagi kepada para pemuda. Sejarah mencatat kaum muda berhasil menumbangkan rezim Soeharto-Orde Baru yang ditopang kaum tua. Perlu suatu usaha dengan bekerja keras dan bekerja cerdas untuk membuktikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa pemuda sudah saatnya memimpin bangsa. Hasil yang akan dipetik, yakinlah harapan itu masih ada bagi kita kaum muda untuk membawa perubahan bangsa dan menjadikan Indonesia menjadi lebih baik dan bermartabat.

Daftar Pustaka
http://IndonesiaOntime.com.
http://VHRNews.com
http://Leadership-Park.com
http://radarbanten.com
http://suaramerdeka.com
http://.indonesia.go.id
http://berpolitik.com
http://Luwimultiply.com
http://googe.go.id

PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP LINGKUNGAN

A. PENDAHULUAN
Bencana terus saja melanda setiap daerah di belahan bumi ini. Dari ujung utara hingga ujung selatan tak lepas dari cengkraman bencana. Isu yang paling santer saat ini adalah adanya pemanasan global. Dahulu tidak banyak Negara yang peduli terhadap isu ini, tetapi sekarang hampir semua Negara terlibat didalam usaha penanganan masalah ini. Keseragaman sikap diakibatkan adanya kesamaan nasib dimana semua Negara mengalami dampak negatifnya. Banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan hanyalah sebagian kecil dari dampak yang ditimbulkan. Dahulu kita boleh berbangga dengan luas hutan kita yang melimpah, kurang lebih 140,28 juta hektar pada tahun 80-an (Departemen Kehutanan). Dan sekarang mengalami degradasi sebesar 2% tiap tahun. Dengan banyaknya penebangan liar di hutan Kalimantan dan Sumatera telah menjadikan negeri ini kehilangan hutan seluas enam kali lapangan sepak bola setiap menitnya. Tidak dapat diperkirakan kerugian yang ditimbulkan ketika hutan kita suatu saat nanti akan musnah. Kehidupan binatang dan tumbuhan yang juga memiliki hak untuk hidup rasanya semakin lama tidak akan diakui haknya. Itu baru dari sector kehutanan. Dari sector lain lebih dasyat pengaruhnya. Coba kita lihat sekarang ini, hampir semua Negara berorientasi pada sector industri. Indonesia yang terkenal dengan julukan Negara agraris juga ikut-ikutan berkiblat pada industri. Seolah lupa dengan jati diri yang dimilikinya. Akibatnya apa? Alam tereksploitasi dengan hebatnya. Belum lagi dari sector industri akan menghasilkan gas buang berupa gas rumah kaca yang saat ini telah mencapai surplus di angkasa. Atmosfer, harusnya terdapat ozon yang berperan layaknya selimut bagi bumi kita semakin tipis saja. Layaknya kita yang berada pada daerah yang dingin tentu saja memerlukan selimut yang tebal untuk menghatkan badan. Begitu juga bumi, untuk melindungi segala mahluk yang ada didalamnya diperlukan lapisan ozon tebal. Lapisan ini akan melindungi dari bahaya sinar ultraviolet yang sifatnya sangat berbahaya. Sinar ini apabila berlebihan di bumi akan menyebabkan banyak gangguan kesehatan bagi manusia. Kanker kulit merupakan salah satu diantaranya. Manusia yang sudah terjangkit penyakit ini akan sulit untuk disembuhkan. Belum lagi dengan banyaknya gas rumah kaca di atmosfer kita. Udara menjadi sangat panas karena gas ini pada prinsipnya menyerupai kaca yang meloloskan cahaya matahari masuk tetapi tidak akan meloloskan cahaya atau sumber lain yang berasal dari bumi. Udara sangat panas telah menimbulkan kerugian besar. Musim yang tidak dapat diprediksikan lagi, banyak tanaman mati dan yang paling menakutkan adalah melelehnya es di kutub. Ini akan menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Pada akhirnya daratan akan tergelam. Kejadian tersebut sudah dapat dilihat sekarang. Berapa banyak pulau-pulau yang telah tenggelam dan berapa banyak mahluk hidup yang musnah? Pada akhirnya apakah ini akhir dari dunia? Dimana lagi manusia akan hidup? Di planet lainkah? Dan apakah ada planet yang dapat kita jadikan bumi yang kedua?
Sederetan pertanyaan itu merupakan ekspresi kekesalan dan rasa ketakutan dari manusia yang saat ini menjadi pihak paling bertanggung jawab akan kerusakan alam ini. Bagaimana kemudian persepektif Islam terhadap lingkungan ? Bukankan umat Islam jumlahnya paling banyak di dunia? Solusi apa yang paling tepat menurut agama yang umatnya seharusnya memikirkan Islam sebagai rahmatal lil’aalamiin (rahmat bagi seluruh alam semesta).

B. PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP LINGKUNGAN
Manusia adalah mahluk yang paling sempurna, dibekali akal pikiran oleh Allah SWT. Akal pikiran itu seharusnya dijadikan alat untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Akan tetapi, kenyataannya manusia justru menggunakan akal untuk memenuhi nafsu serakahnya. Manusia adalah seorang pemimpin (khalifah) di bumi ini, dan sudah sepantasnya seorang pemimpin menjadi pelindung bagi yang dipimpin, yaitu mahluk Allah lain penghuni bumi ini. Dalam Al Quran telah dijelaskan tidak ada mahluk-Nya yang mampu mengemban amanah sebagai pemimpin selain manusia. Sering manusia menyalahkan Allah saat ditimpa musibah. Seolah-olah musibah datang karena kemurkaan Allah. Lewat tangan manusia alam ini mengalami kehancuran. Semuanya nantinya mengarah kepada kepunahan masal (mass extinct) ke enam yang diperkirakan akan melanda dunia ini. Kepunahan masal ini berbeda dari kepunahan-kepunahan sebelumnya, dimana obyek yang terkena dampaknya lebih banyak, prosesnya lebih cepat dan dikarenakan ulah manusia. Dahulu kita sering mendengar cerita adanya dinosaurus yang hidup pada zaman purba kemudian musnah karena hujan meteor sedangkan sebentar lagi kita akan melihat kerusakan bumi akibat ulah manusia. “Manusia baru sadar kalau uang tidak dapat dimakan setelah pohon-pohon habis ditebang dan ikan-ikan habis ditangkap” Ungkapan itu menggambarkan kondisi betapa rakusnya manusia untuk mencukupi kebutuhan perutnya. Manusia yang melakukan pengrusakan ternyata juga ber KTP islam. Lalu bagiamana, siapa yang salah? Apa Islam mengajarkan untuk merusak alam ini? Tentu saja tidak. Kesalahan orang yang mengaku Islam berada pada pemahaman yang salah terhadap agama Islam itu sendiri. Islam hanya dianggap sebagai suatu yang mengatur tata cara beribadah secara formal. Konsep syumul dalam Islam belum dipahami. Itulah yang membedakan Islam dengan agama lain. Dalam Islam semua diatur, mulai kita bangun tidur sampai tidur kembali. Tidak terkecuali mengenai lingkungan. Persepektif Islam terhadap lingkungan terangkum dengan benar dalam kumpulan firman-Nya di dalam Al Quranul Karim. Di dalamnya Islam sangat menekankan terhadap pelestarian lingkungan. Ayat yang menunjukan bahwa manusia boleh memanfaatkan alam bukan berarti manusia harus mengeksploitasi. Berikut ini merupakan sikap ramah lingkungan yang diajarkan Allah kepada manusia:
1. Manusia harus mengolah lingkungan dengan prinsip kelestarian
Perhatikan Ar Ruum ayat 9:
Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.
Pada ayat itu sudah jelas Allah melarang manusia untuk melakukan eksploitasi terhadap alam. Alam mempunyai kemampuan untuk memperbaharui apa yang ada di dalamnya, dan itu memerlukan waktu. Sebagai contohnya adalah minyak bumi. Saat ini ketersediaan minyak bumi memang sangat melimpah, tetapi minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak renewable sehingga untuk menghasilkan minyak bumi lagi membutuhkan waktu ratusan bahkan jutaan tahun lagi. Dalam ayat itu kita diajarkan untuk mengolah sumber daya alam dengan bijak dan mengingat generasi yang akan datang. Generasi berikutnyalah yang akan merasakan akibat dari generasi sebelumnya. Kalau generasi lama bersedia untuk tidak bersikap egois, dapat dipastikan generasi baru, bisa jadi anak atau cucunya masih dapat menikmatinya.
Manusia sebagai mahluk social pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk makan, minum, pakaian dan tempat tinggal manusia menggantungkan pada alam. Sudah sepatutnya terjalin suatu hubungan timbal balik yang harmonis dimana manusia mendapatkan kebutuhannya dan manusia juga memberikan kasih sayangya kepada alam sekitarnya. Dalam konsep Etika Lingkungan kita diajarkan untuk selalu bersikap hormat terhadap alam karena alam adalah bagian dalam hidup kita. Dengan kita tidak mengolah lingkungan dengan lestari itu sama saja kita menghancurkan hidup kita sendiri. Setelah kita mengolahnya kita diajarkan untuk memakmurkannya, dalam artian menjaganya. Cara untuk memakmurkannya dapat kita mulai dari lingkungan keluarga kita. Ingatlah sebelum membangun masyarakat kita diharuskan untuk membangun keluarga. Muslim yang tangguh adalah mereka yang mau peduli terhadap lingkungannya. Dalam sebuah Hadits disebutkan :”Tiga hal yang menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air yang mengalir serta pada wajah yang rupawan (HR. Ahmad)
Hadits tersebut menjelaskan kepada kita usaha apa yang dapat kita lakukan untuk membuat lingkungan sekitar menjadi lebih baik. Menanam pohon adalah salah satu solusinya. Pohon merupakan ciptaan Allah yang sangat luar biasa. Di dalamnya terkandung banyak manfaat bagi manusia. Seluruh strukturnya, mulai dari ujung daun sampai ujung akar merupakan sebuah system yang kompleks dan penuh keajaiban. Dalam satu sel saja terdapat banyak komponen yang mendukung system kehidupannya. Tidak dapat dibayangkan kehidupan manusia tanpa adanya oksigen yang diproduksi oleh tumbuhan. Tumbuhanlah yang mampu mendaur ulang gas beracun seperti karbon dioksida menjadi oksigen yang sangat menyegarkan. Dengan menanam pohon berarti kita ada harapan besar untuk lebih bertahan hidup. Kedua, bagaimana kita membuat air mengalir dengan kejernihannya. Air yang tersumbat hanya akan menjadi sumber penyakit bagi manusia. Air sebagai sumber kehidupan manusia. Sekitar 95% tubuh manusia manusia berupa cairan. Orang mungkin dapat bertahan hidup dengan tidak makan, tetapi akan sulit bahkan dipastikan gagal apabila tidak minum selama 2 hari. Dengan mengolah air berarti kita mengelola tubuh kita sendiri.
2. Manusia tidak boleh berbuat kerusakan terhadap alam
Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia.

Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana manusia sering melakukan kerusakan terhadap alam semesta, baik di laut maupun di darat. Kerusakan yang terjadi telah membuat kesusahan bagi manusia sendiri sebagai bentuk dari peringatan Allah terhadap hambanya yang lalai. Lalai akan perannya sebagai khalifah di bumi. Orang kepercayaan Allah untuk menyempurnakan penciptaan lingkungan berupa pengaktualisasikan diri untuk mendukung dan menjadi mitra kerja Allah untuk menjaga dunia dari kerusakan. Ibarat tukang pembuat mesin jahit, Allahlah yang membuat mesinnya sedangkan manusia yang meneruskan untuk mendayagunakan agar bermanfaat untuk mejahit baju bagi diri sendiri atau menjahitkan baju untuk orang lain.
Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut :

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Sama dengan ayat sebelumnya, ayat ini melarang manusia untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Dengan tidak melakukan kerusakan di muka bumi berarti manusia telah menjaga kenikmatan dunia dan akhirat. Kenikmatan dunia dirasakan bagi manusia yang merasakan hal positif dari hasil penjagaan alam lingkungan. Selain itu, dengan menjaga lingkungan dan membuat orang laing merasakan kebahagiaan berarti kita telah menorehkan suatu pahala. Pahala yang akan kita petik saat menghadap sang pencipta.
3. Manusia harus bersikap ramah terhadap lingkungan
Di dalam Surat Huud ayat 117, Allah SWT berfirman :
Artinya : Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa setiap saat azab Allah akan datang pada negeri yang di dalamnya terdapat orang-orang yang banyak berbuat maksiat. Untuk itu sudah menjadi tugas kita dimana kita berada untuk selalu saling mengingatkan dalam kebaikan agar terhindar dari azab Allah. Tidak cukup hanya mengingatkan, perlu juga aksi yang nyata berupa sikap yang ramah terhadap lingkungan. Keramahan dapat diartikan sebagai sikap peduli dan sayang terhadap lingkungan. Dengan kepedulian kita akan membuat alam sekitar lebih bermanfaat bagi diri kita.
Suatu kisah yang dapat memberikan ilustrasi betapa mulianya orang yang menjaga lingkungannya. Ketika seorang penghuni surga ditanya “Apa yang membuatmu dapat menjadi ahli surga?” Ahli surga tadi menjawab”Aku menanam satu pohon, kemudian aku menyiram dan merawat dengan penuh kesabaran dan keiklasan sehingga tumbuh menjadi pohon yang besar dan subur”. Di dalam hadits Nabi “Tidak seorang muslim yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kemudian buah atau hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan yang demikian itu adalah shodaqoh baginya”. Pohon besar dan subur tadi selalu menjadi tempat berteduh orang yang melepas kelelahan. Manusia dan burung ia biarkan untuk memakan buahnya. Ia lakukan semua itu hingga ajal menjemputnya. Dan ia di akhirat selalu mendapatkan kiriman amal kebaikan dari pohon yang selalu diambil buahnya untuk makan manusia dan burung. Sungguh suatu investasi yang luar biasa. Itulah perdagangan yang paling menguntungkan dengan Allah. Tidak ada kerugian bagi kita untuk selalu menjaga alam sekitarnya.
Selain itu, Islam juga memberikan solusi yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga lingkungan. Solusi tersebut adalah dengan pengontrolan terhadap dua konsep, halal dan haram. Halal berarti sesuatu yang menguntungkan bagi individu, masyarakat dan juga lingkungannya. Sedangkan haram berarti kebalikannya, yaitu sesuatu yang merugikan bagi individu, masyarakat dan juga lingkungannya. Perlu adanya kejelasan terhadap tindakan yang diambil apakah itu tergolong perbuatan yang merugikan orang lain atau bermanfaat bagi orang lain.
C. PENUTUP
Semua uraian itu sudah cukup menggambarkan bahwa manusia mempunyai tugas mulia untuk mengelola alam ini. Manusia telah sanggup untuk menerima amanah sebagai khalifah di muka bumi. Setiap amanah pasti akan dimintai pertanggungjawabannya. Kelak di akhirat manusia akan menerima setiap hasil dari perbuatannya di dunia, termasuk bagaimana sikap kita terhadap lingkungan. Selain itu sudah jelas pula bahwa Islam sebagai agama yang sempurna. Semua aspek di dalam hidup ini tidak lepas dari hukum-hukumnya. Lingkungan ini pun diatur menurut hukumnya dan hukum Islam adalah jelas bahwa Islam mengharuskan pengikutya untuk mengolah lingkungan tanpa meninggalkan aspek pelestariannya. Melestarikan agar tetap dapat digunakan untuk generasi yang akan datang. Karena Allah telah dengan tegas dalam Surat Ar Ra’d ayat 11memberikan perintah :

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Selain ayat tersebut Allah SWT juga memperintahkan manusia untuk selalu mengambil pelajaran dari setiap kejadian di alam ini baik yang berupa kebaikan maupun suatu bencana. Telah ditegaskan dalam surat Al-Hasyr ayat 2 :

”Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”
Kita harus selalu mempunyai sikap untuk berperan aktif di dalam usaha pelestarian lingkungan yang dapat kita mulai dari diri kita sendiri baru kemudian akan merambah ke keluarga, masyarakat, dan terakhir bagi bangsa kita tercinta ini.
* Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM
Divisi Aksi KAMMI UGM

D. DAFTAR PUSTAKA.
Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Anonim.2007.Ramah Lingkungan Dalam Pandangan Islam.
Maksun. Membangun Agama Ramah Lingkungan.Semarang
Gani Isa, Abd.2007. Kontribusi Alquran terhadap Lingkungan
http://muhammadmawhiburrahman.blogspot.com/2007/05/menggagas-fikih- lingkungan.html Muhammad Mawhiburrahman.

Potret Paradoks Kemakmuran Masyarakat Desa Hutan

Dalam konteks ke-Indonesia-an, berdasarkan MDGs Report Tahun 2005 jumlah penduduk miskin pada tahun 1999 mencapai 23,4 %. Pada tahun 2002 turun menjadi 18,2%, pada tahun 2003 menjadi 17,4% dan pada tahun 2004 menjadi 16,6%. Namun demikian menurut Tjondronegoro, pada tahun 2008 kalau kemiskinan diukur menggunakan kriterium Bank Dunia, dimana orang miskin adalah orang yang berpenghasilan di bawah USD 1,00 per Kepala Keluarga (KK), maka jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 20 juta. Tetapi apabila kriterium yang dipakai adalah angka Bank Dunia yang lain, yakni USD 2,00 per KK, maka jumlah penduduk miskin Indonesia pada saat ini mencapai 100 juta jiwa, atau hampir separuh (43,5%) jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 230 juta jiwa (Tjondronegoro, 2008).
Potret Hutan Indonesia
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sumber daya alamnya. Keberlimpahan terbentang dari ujung Sabang hingga Merauke. Tidak salah kiranya kalau dalam syair sebuah lagu lawas mengatakan, batang ditanam akan menjadi pohon. Kekayaan alam baik yang ada di darat dan di laut sungguh memukau masyarakat negeri lain. Itu pula yang membuat bangsa ini dahulu terkungkung dalam lubang penjajahan. Bahkan kini semasa sudah merdeka, ancaman itu tidak pernah surut.
Kawasan Indonesia memiliki sumber daya hutan yang sangat melimpah. Awalnya, lebih dari 64% daratan di negeri ini tertutup oleh kawasan hutan bak karpet hijau yang terbentang. Luas hutan Indonesia 130,5 juta hektar telah menjadi harta tidak bernilai bagi bangsa ini. Keberadaan hutan telah menjadi penyangga kehidupan sejak zaman dahulu. Menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi produksi, perlindungan dan konservasi. Sebagai fungsi produksi hutan menjadi sebuah kawasan yang menyediakan berbagai kebutuhan manusia. Seringkali pandangan kita akan hutan hanya terpusat pada timber management dimana produksi dititikberatkan hanya kayu hasil hutan. Padahal kita sudah diajarkan oleh masyarakat sekitar hutan yang telah lama hidup dan berinteraksi dengan hutan memanfaatkan hutan untuk mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya. Makanan dan obat-obatan juga menjadi kebutuhan yang digantungkan masyarakat kepada hutan. Hasil dari hutan juga telah memberikan dampak begitu luar biasa bagi negeri ini. Devisa yang didapatkan dari produksi hasil hutan sangatlah besar. Hutan juga memiliki fungsi perlingdungan. Perlingdungan untuk mahluk-mahluk hidup yang ada di sekitarnya. Manusia tidak dapat hidup tenang tanpa mendapatkan perlindungan dari hutan. Hutan melindungi dari berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan. Hutan layaknya spon raksasa yang menyimpan air pada musim hujan dan mengeluarkan air pada musim kemarau. Mahluk hidup seperti binatang juga mendapatkan perlindungan dari hutan. Hutan sebagai tempat hidup dan tempat mencari makan. Hutan juga mempunyai fungsi konservasi dimana penyelamatan fauna dan flora ada di dalamnya. Hutan Indonesia yang terkenal sangat kaya telah memiliki keanekaragaman yang tinggi dimana berbagai fauna endemik hidup di dalamnya. Semuanya membutuhkan hutan untk tetap terjaga kehidupannya. Disamping itu hutan sebenarnya juga memililki fungsi religiusitas. Terlebih bagi masyarakat yang tiggal sekitar hutan. Masyarakat desa hutan menganggap hutan sebagai titipan Tuhan yang harus dijaga dan sebagai tempat berhubungan dengan Khalik sang pencipta alam raya.

Paradoks Itu Nyata
Hutan Indonesia begitu melimpah kekayaannya. Tapi mengapa kini justru banyak masyarakat yang hidup di sekitar wilayah hutan menjadi kaum yang miskin. Bukankah seharusnya mereka dapat hidup dengan berkecukupan melihat keberklimpahan sumber daya yang terdapat di dalam hutan. Di Jawa saja lebih dari lima ribu desa hutan. Belum lagi ditambah di kawasan luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya yang sebagian besar wilayah hutannya masih sangat luas. Sebagian besar masyarakat sekitar hutan bermata pencaharian sebagai petani. Bercocok tanam dan memanfaatkan hutan untuk tempat memperoleh materi yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hidup secara berkelompok membentuk sebuah komunitas.
Mereka hidup dengan penuh kesederhanaan bahkan lebih banyak menuju kepada kemiskinan. Akibat dari kemisikinan yang menjangkiti akan menjadikan akses terhadap kesehatan dan pendidikan begitu sulit. Kemampuan finansial mereka tidak dapat menjangkau mahalnya biaya pendidikan di sekolah dan berobat di rumah sakit. Kita melihat suatu hal yang sangat paradoks. Di tengah kelimpahan sumberdaya hutan yang begitu besar justru nasib naas menimpa masyarakat di sekitar hutan. Mereka tidak mampu menikmati hasil dari hutan yang berada di sekitar mereka. Masuknya para pemodal yang mengeksploitasi hutan menjadikan masyarakat sekitar hutan sebagai buruh untuk kegiatan eksploitasi dengan upah yang murah.

Saatnya Berperan Nyata
Kemiskinan merupakan suatu realita kehidupan yang harus segera dihapuskan. Tentunya kita tidak menginginkan kemiskinan seperti layaknya penjajah yang dahulu telah mengkangkangi kebebasan dan kedaulatan negeri ini. Negeri ini kini telah merdeka dan seharusnya kemiskinan tidak dapat lagi ada di negeri yang merdeka. Kita sering salah memandang sebuah kemiskinan hanya dalam soal angka-angka statistik. Apakah kemiskinan Indonesia meningkat atau berkurang tahun ini dibandingkan tahun lalu dan berapa persen pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bukanlah hal itu sebenarnya esensi dari sebuah cara pandang kita terhada kemiskinan. Akan tetapi, lebih dari itu bagaimana usaha kita secara nyata untuk turut serta mengentaskan kemiskinan. Sehingga dalam membebaskan kemiskinan bukanlah “otak-atik angka” di atas kertas belaka. Memang angka kemiskinan akan memudahkan kita untuk mengambil sikap dan tindakan, tetapi realita yanga terjadi sekarang angka statistik kemiskinan hanya dijadikan informasi dan tidak ada sebuah langkah konkret untuk menurunkan angka itu pada periode berikutnya. Terlebih lagi kini saat kampanye para calon orang nomor satu di negeri ini. Hampir semuanya mengangkat tentang kemandirian bangsa untuk membawa masyarakat Indonesia hidup dalam kesejaheraan. Akan tetapi, banyak yang menyangsikan apakan janji itu akan benar-benar menjadi sebuah program nyata atau justru sebatas jargon pepesan kosong.
Saat kita bicara mengenai kemiskinan, cobalah kita fokuskan terhadap kemiskinan saudara-saudara kita yang hidup di pinggir-pinggir huan atau yang lebih dikenal sebagai masyarakat desa hutan. Masyarakat ini sering dianggap masyarakat yang termarginalkan dan jauh dari prioritas untuk dikembangkan. Kehidupan mereka yang sangat memperihatinkan tampaknya begitu kontras dengan kelimpahan sumber daya hutan yang ada di sekitarnya. Lalu apakah mereka tidak ikut menikmati hasil hutan yang hingga kini masih menjadi salah satu komoditi penting bagi bangsa ini.
Kemiskinan masyarakat desa hutan memang bukan merupakan hal baru. Itu sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Hingga kini masih dicari sebuah akan permasalahan yang mendasari kondisi tersebut. Banyak ahli yang menyatakan bahwa kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, kemiskinan terjadi karena faktor perilaku individu yang tidak produktif; kedua, kemiskinana terjadi karena struktur sosial yang mengakibatkan tetap adanya kemiskinan tersebut (Mursyid, 2009). Faktor individu ini memang sangat berpengaruh, perilaku individu yang kurang memiliki sebuah semangat tinggi untuk berusaha semaksimal mungkin tentunya akan sulit untuk memperbaiki tingkat kehidupannya. Semuanya seakan-akan diserahkan kepada lingkungan sedang dirinya hanya hidup dalam sebuah kemalasan. Sebagai contoh dalam kehidupan masyarakat desa hutan kini para pemudanya banyak yang kurang tertarik untuk menekuni pekerjaan sebagai seorang petani seperti ayah dan kakek mereka. Mereka lebih mencari pekerjaan baru dan malas apabila dibebani tanggung jawab untuk mengurus lahan. Dan ini sangat kentara akibatnya, dimana tanah pertanian sekitar hutan menjadi lahan kosong tanpa pengolahan dan masyarakatnya pun hidup tetap dibawah garis kemiskinan. Kalaulah ada yang masih bersedia mengolah lahan, biasanya sangat minim dalam hal kreativitas dan inovasi pengolahan. Sebagian besar hanya mengandalkan warisan dari para orang tuanya. Terperangkap antara sebuah tradisi atau adat istiadat dengan sebuah inovasi yang sering dianggap tabu dengan munculnya hal-hal baru. Akhirnya mereka melakukan sekadarnya, dan hasilnya pun juga sekedarnya. Selain itu, faktor struktural sosial yang mengakibatkan langgengnya kemiskinan masyarakat desa hutan adalah ketidakadilan dan kurang berpihaknya lingkungan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat desa hutan. Masyarakat desa hutan sering dianggap sebagai kaum yang tertinggal, sehingga kelompok masyarakat lain tidak menaruh kepercayaan untuk mengajak mereka bersama-sama bekerja dalam sebuah aktivitas. Stigma inilah yang harus dihilangkan. Masyarakat desa hutan tidak identik dengan kaum yang bodoh dan susah diatur. Sebenarnya mereka sangat terbuka dan dapat dengan mudah menerima orang lain diluar komunitasnya asalkan memang dalam kenyataannya saling menguntungkan antara keduanya.
Pengentasan kemiskinan masyarakat desa memerlukan usaha bersama dari semua pihak. Kemiskinan tidak lagi menjadi kewajiban pemerintah semata, tetapi semua pihak termasuk kita adalah orang yang bertanggungjawab untuk mengentaskannya. Dan secara khusus bagi masyarakat bangsa ini yang telah banyak mendapatkan ilmu pengetahuan melalu jalur formal pendidikan tentunya sangat diharapkan partisipasinya dalam perjuangan suci ini. Mereka dikenal sebagai komunitas ilmuwan. Ilmuwan tidak identik dengan seorang yang hidup hanya untuk penelitian semata dan menghasilkan sebuah temuan. Lebih dari itu para ilmuwan saat ini sedang mendapatkan tantangan luar biasa untuk membuktikan apakah ilmu pengetahuan yang telah mereka dapatkan dapat menjadi sebuah solusi bagi permasalahan disekitarnya, khususnya terkait kemiskinan. Tidak pantas lagi para ilmuwan memposisikan dirinya layaknya menara gading yang menjulang tinggi tanpa sebuah kontribusi yang berarti. Bangsa Indonesia dengan jumlah penduduknya yang begitu besar tidak kekurangan dalam jumlah orang pintar. Terbukti jutaan penduduk Indonesia merupakan lulusan perguruan tinggi dan tentunya ini jauh lebih berkembang dari tahun-tahun sebelumnya. Artinya mereka mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang lebih daripada masyarakat lain yang barangkali hanya mampu mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama. Hal yang sangat urgent adalah munculnya para ilmuwan yang juga memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar dimana mereka hidup dan berinteraksi dalam sebuah komunitas yang disebut masyarakat. Banyak para ilmuwan seolah-olah tidak mengetahui dan peduli akan apa yang terjadi di sekitarnya. Mereka hanya sibuk dengan dirinya sendiri dan merasa menjadi orang yang paling berjasa bagi setiap penemuan dan penelitian yang dimunculkan. Begitu banyak sisi sebenarnya yang dapat diperankan oleh para ilmuwan kita itu. Dan dalam pengentasan kemiskinan masyarakat desa hutan tentunya peran serta mereka menjadi salah satu mata tombak yang bisa memutus mata rantai kemiskinan. Peran serta secara penuh totalitas dan tanpa mengenal kata menyerah adala modal besar bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang. Sudah saatnya ilmu para ilmuwan diterapkan secara tepat dan nyata bagi masyarakat. Ilmuwan dapat terjun langsung dan berinteraksi dengan masyarakat desa hutan untuk mengenal lebih jauh kondisi kehidupan mereka. Tentunya proses identifikasi yang intensif, tepat dan terarah hanya dapat dilakukan oleh para ilmuwan yang secara pendidikan telah mengetahui metode apa yang paling tepat untuk diterapkan. Melihat dan hidup langsung dalam komunitas masyarakat desa hutan akan memberikan jawaban yang nyata terhadap akar permasalahan kemiskinan dan seberapa jauh mereka berupaya untuk bangkit dari keterpurukan tersebut.
Kita mencoba menilik lebih jauh terkait seberapa besar peran yang dapat dilakukan oleh para ilmuwan negeri ini untuk turut serta mengentaskan kemiskinan masyarakat desa hutan. Para ilmuwan saat ini tersebar dalam tiga sektor kehidupan, yakni: sektor publik, sektor privat dan sektor ketiga. Mari kita ulas satu persatu.
Peran Ilmuwan di Sektor Publik
Sektor publik merupakan sektor yang cukup penting dalam usaha pengentasan kemiskinan masyarakat desa hutan. Sektor ini sangat strategis dimana berbagai kebijakan lahir dan diterapkan menjadi sebuah peraturan dan hukum yang mengikat. Motifnya adalah non profit yang lebih ditujukan untuk membangun persamaan dan mengelola kebijakan. Pemerintah baik legislatif, eksekutif dan yudikatif termasuk dalam sektor ini. Apabila kita mengacu pada konstitusi negara kita, tentunya tidak salah apabila pemerintah adalah pihak pertama yang dimintai pertanggungjawabannya dalam hal kemiskinan yang menjerat leher masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat desa hutan. Sudah cukup jelas dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1 yang mengamanatkan, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Berpijak dari hukum tersebut sudah jelaslah negara dalam hal ini pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi dan memelihara fakir miskin. Kemiskinan, khususnya masyarakat desa hutan haruslah dijadikan prioritas pemerintah untuk segera mentuntaskannya. Pemerintah berdasarkan Undang-Undang ini dapat membuat pokok-pokok penanganan kemiskinan. Selanjutnya, dapat ditindaklanjuti dengan pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) yang secara khusus menanggulangi masalah kemiskinan. Setelah kedua hal tersebut kita miliki, maka departemen terkait haruslah dilibatkan. Kemiskinan masyarakat desa hutan perlu kerjasama penangan dengan Deparetemen Kehutanan. Departemen Kehutanan harus bisa mensinergiskan langkah dalam pengelolaan hutan yang lestari dimana kelestarian hutan tetap terjaga dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya dapat diwujudkan. Tentunya Departemen Kehutanan sangat tepat ketika menerapkan kebijakan dimana pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Dengan begitu pengentasan kemiskinan secara tidak langsung akan mulai digerus. Selanjutnya rancangan penanganan kemiskinan masyarakat desa hutan dapat diterapkan di tingkat daerah dan provinsi seluruh Indonesia. Buatlah pedoman baku yang dapat dilakasanakan oleh semua daerah di pelosok negeri ini. Harus ada kejelasan status masyarakat desa hutan, dimana sejak awalnya mereka sudah hidup dan berinteraksi dengan hutan. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru merugikan mereka. Hindari penutupan akses secara sepihak oleh pemerintah terhadap hutan. Berdayakanlah masyarakat untuk bersama-sama menggarap hutan. Karena dengan pemberdayaan terhadap mereka akan dapat membantu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sebagai contoh, penerapan sistem agroforestry. Agroforestry adalah teknik pertanaman yang memadukan tanaman kayu yang berumur panjang dengan tanaman pertanian (palawija), peternakan atau perikanan pada di dalam atau di luar kawasan hutan. Tujuan awal dari penerapan agroforestry ini adalah untuk efisiensi lahan, dimana satu lahan dapat menghasilkan barbagai produk bernilai ekonomi. Pemerintah lewat Departemen Kehutanan dapat melaksanakan program penanaman tanaman pokok berupa tanaman kayu, sedangkan masyarakat sekitar dapat diberdayakan tenaganya untuk ikut menggarap lahan tersebut dengan menjadi pesanggem. Di sini masyarakat sekitar dapat menanam tanaman pertanian dan memanennya sebagai upah dari memelihara tanaman pokok pemerintah. Sesungguhnya konsep ini sangatlah bagus dimana kedua belah pihak saling diuntungkan. Akan tetapi, mengapa konsep ini masih juga banyak mengalami kegagalan di banyak tempat? Secara umum kegagalan ini dikarenakan tidak ada keseriusan dari kedua belah pihak dalam menerapkan agroforestry itu sendiri sebagai milik bersama. Masyarakat sering mengeluhkan gagal panen tanaman pertanian dalam program agroforestry. Memang gagal panen dapat diakibatkan oleh berbagai hal, bisa ekologis atau mismanajemen, tetapi bagi para petani itu sangat mengecewakan. Lebih banyak kegagalan panen terjadi karena mismanajemen. Penerapan manajemen yang tidak tepat dalam penyusunan komposisi tanaman di lahan garapan menjadi salah satu dari faktor kegagalan tersebut. Dalam hal ini pemerintah mempunyai banyak ahli atau ilmuwan yang konsen terhadap bidang agroforestry. Disinilah peran penting para ilmuwan untuk menemukan faktor apa yang paling dominan dalam kegagalan panen untuk selanjutnya dicari penanganannya. Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan, khususnya di Departmen Kehutanan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan untuk turun tangan secara langsung. Jangan sampai hasil penelitian hanya akan menjadi sebuah produk temuan tanpa aplikasi secar riil di lapangan. Selain itu para ilmuwan juga dapat meneliti lebih detail terkait akan permasalahan dari kemiskinan yang mendera masyarakat desa hutan. Apa penyebab utamanya dan tentunya akan dapat disusun rencana atau rumusan program pemerintah yang dapat menangani permasalahan tersebut. Dengan ini kita berharap pertanian para pesanggem (petani hutan) dapat menjadi salah satu sumber utama dari perekonomian keluarga mereka. Dan sebagai hasil akhir yang menggembirakan adalah agroforestry menjadi solusi bagi pengentasan masyarakat desa hutan.

Peran Ilmuwan di Sektor Privat
Sektor privat merupakan sektor yang berhubungan dengan ekonomi dan koperasi. Pengaruh sektor ini sangat kuat, terutama terhadap sektor politik dan perumusan kebijakan. Berbeda dengan sektor publik, sektor privat orientasinya adala profit. Di sektor ini didominasi oleh BUMN, swasta, dan koperasi. Sektor privat sebenarnya menjadi salah satu tumpuan harapan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat desa hutan. Tentunya tidak semua beban berat ini harus dijalankan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab. Perlu peran serta yang besar dari para pemegang usaha khususnya di dunia kehutanan. Pengelolaan hutan produksi dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang pelaku utamanya adalah para pengusaha haruslah memperhatikan masyarakat di sekitarnya. Para ilmuwan yang bekerja di dalamnya harapannya tidak hanya berorientasi pada masalah profit semata. Ada sisi lain yakni masyarakat sekitar hutan yang juga harus digarap. Mengapa? Karena masyarakat dan perusahaan merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan. Di Indonesia yang masih padat karya dengan jumlah penduduk sangat besar kehidupan sebuah perusahaan kehutanan akan sangat tergantung dengan para pekerja. Para pekerja ini biasanya berasal dari masyarakat sekitar hutan dimana perusahaan tersebut beraktivitas. Akan sangat kontras ketika para pengusaha hutan meraup keuntungan yang berlimpah sedangkan masyarakat desa hutan hidup di bawah garis kemiskinan. Lahirnya Undang-Undang Perseroan Terbatas, terutama pasal 74 yang mengatur kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan untuk perusahaan atau lebih dikenal dengan konsep Corporate Social Responsibility (CSR). Memang undang-undang tersebut hingga kini masih menuai pro kontra, tetapi kalau kita lihat dari sisi konten yang ada di dalamnya sangat positif untuk dimanfaatkan. Perusahaan kehutanan selain hanya melaksanakan kegiatan produksinya, tetapi juga mempunyai kewajiban sosial untuk turut serta mengatasi kemiskinan masyarakat di sekitar hutan. Disisi ini para ilmuwanjuga mampu memberikan andil yang cukup besar. Program CSR harapannya tidak salah diterapkan. Untuk itu diperlukan sebuah proses yang tepat mulai dari penemuan akar permasalahan dan program CSR apa yang cocok diterapkan di daerah tersebut. Programa ini apabila diarahkan secara tepat akan meberikan dampak positif bagi masyarakat desa hutan. Dan dari sebagian keuntungan perusahaan digunakan untuk membangun berbagai fasilitas baik pendidikan, kesehatan maupun fasilitas infrastruktur lainnya untuk kepentingan masyarakat. Dan nantinya perusahaan juga akan sangat diuntungkan dimana para masyarakat desa hutan yang biasa menjadi pekerja perusahaan akan hidup dengan sehat sehingga produktifitas kerjanya dapat meningkat. Terlebih lagi akan menumbuhkan kondisi yang nyaman antara pihak perusahaan dengan masyarakat sekitarnya. Tidak ada banyak konflik yang muncul antara perusahaan dengan masyarakat desa hutan.
Sektor privat yang lain adalah koperasi. Koperasi saat ini sudah mulai menghilang dari hiruk pikuk perekonomian Indonesia. Padahal dahulu bagi Mohammad Hatta sebagai sang pendirinya mempunyai cita-cita besar untuk menjadikan koperasi sebagai saka guru perekonomian Indonesia. Koperasi ini dapat dihidupkan kembali di masyarakat desa hutan. Asas kekeluargaan yang diusung tanpa perekonomian yang begitu mencekik akan memberikan sebuah semangat bagi masyarat untuk bangkat. Koperasi dapat menjadi wadah bagi para petani untuk menampung hasil panennya untuk kemudian dijual secara bersama-sama ke pihak pembeli. Dan tentunya ini akan sangat menguntungkan bagi petani karena tidak kesulitan dalam menjual hasil panennya. Peran ilmuwan adalah mengembangkan koperasi menjadi benar-benar saka guru perekonomian masyarakat desa hutan. Pemberian pinjaman berbunga rendah juga menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan. Petani akan memiliki modal awal untuk berusaha mandiri pengembangkan usaha pertanian atau peternakannya.

Peran Ilmuwan di Sektor Ketiga
Sektor ini diperankan oleh Lembaga Nirlaba, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diluar kedua sektor di atas. Secara khusus sektor ini mengoptimalkan potensi masyarakat dan berusaha meningkatkan taraf hidupnya. Dan itulah sebenarnya keberadaan LSM. Akan tetapi, kita melihat hal yang banyak terputar balikkan. Kini LSM sudah banyak yang mengingkari tujuan awalnya dan justru banyak bergerak dalam pelaskanaan proyek untuk mendapatkan banyak dana. Tidak salah memang, karena memang dari situlah LSM mendapatkan dana. Hanya saja ada hal besar yang bisa dilakukan oleh LSM, yakni kesejahteraan masyarakat. LSM di dunia kehutanan saat ini jumlahnya sangat banyak. Kini seharusnya ranah penelitian yang dilaksanakan LSM tidak hanya bergerak terhadap hutan semata, tetapi juga masyarakat di sekitar hutan. Para ilmuwan yang kini tergabung dalam LSM atau lembaga nirlaba lainnya mempunyai peran penting dalam hal ini. Bagaiman mulai banyak melakukan usaha-usaha untuk mensejahterakan masyarakat secara langsung. Dengan ilmu pengetahuan akan memberikan peluang cukup besar masyarakat desa hutan memperoleh pengembangan wawasan dan akhirnya muncullah usaha untuk bisa hidup mandiri.
Pihak lain yang juga masuk dalam sektor ini adalah para akademisi. Peran sertanya sangat diperlukan untuk memberikan banyak dukungan terhadap masyarakat desa hutan dalam mengembangkan kemandiriannya untuk menuju masayarakat yang adil dan sejahtera. Akademisi memberikan solusi apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat desa hutan untuk dapat memanfaatkan sumber daya hutan sebagai pangkal dari kemakmuran.

Penutup
Hutan yang sangat kaya akan sumber daya alamnya seharusnya menjadi solusi bagi pengentasan kemiskinan masyarakat desa hutan. Sangat ironis ketika di sekitar hutan yang kaya hidup masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Potret paradoks kemakmuran masyarakat desa hutan menjadi sebuah gambaran sekaligus solusi agar kemiskinan tidak lagi menjerat leher masyarakat desa hutan.

Bahan Bacaan
Tjondronegoro, 2008a. Mencari Ilmu Di Tiga Jaman Tiga Benua. Sains Press. Bogor.
____________, 2008b. Negara Agraris Ingkari Agraria: Pembangunan Desa dan Kemiskinan di Indonesia. AKATIGA. Bandung.
Mursyid Ali, 2009. Pengentasan Kemiskinan Umat. Jakarta.